Makalah Perjuangan Pangeran Diponegoro
INTERNALISASI NILAI-NILAI
PERJUANGAN PANGERAN DIPONEGORO DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Makalah
Disusun Oleh :
Mar’atul Hanifah ( 14030111130040 )
PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
27201
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
(FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Sejarah Permasalahan
Diponegoro
adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November
1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri)
yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
1.
Masa Remaja Pangeran Diponegoro
Menyadari
kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya,
Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja.
Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden
Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada
kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I
Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton
dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian
yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan
pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih
Danurejo bersama
Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.
Ketika
pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo, perang Diponegoro pun dimulai. Sikap Diponegoro yang
menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas
saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir
dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah
perang
sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan
Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan
Diponegoro di Goa Selarong. Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh
S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan. Selama
perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Namun berbagai cara terus
diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan.
Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap
Diponegoro.
2. Masa
Penangkapan
Pada
28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang, ketika itu sedang memasuki bulan Ramadhan. De Kock memaksa mengadakan
perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu
ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti.
Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
Bukan sekadar
pengkhianatan De Kock yang mendorong kita berpendapat De Kock-lah yang
bertanggung jawab atas penangkapan Diponegoro. Ada petunjuk lain yang
mendukung. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat perintah tertulis rahasia De
Kock kepada Kolonel Du Perron dan Mayor Michiels untuk menangkap Diponegoro
bila tindakan paksaan diperlukan.
Atas dasar
sportivitas, siapa yang kalah mengikuti yang menang, Diponegoro tanpa kehendak
melawan, mengikuti putusan pemerintah kolonial, yaitu dibuang. Ia hanya minta
kalau meninggal jenazahnya dimakamkan di Yogyakarta, dekat saudaranya. Hal itu
terbukti tidak dikabulkan.
Tanggal
11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang
gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan
penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
3. Masa
Pembuangan
·
30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran
Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para
pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan
dibuang ke Manado.
·
3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux
ke Manado dan ditawan di benteng
Amsterdam.
BAB II
PERMASALAHAN
Bagaimana nilai-nilai perjuangan
pangeran Diponegoro dapat diinternalisasikan pada saat ini dan akan datang ?
Bangsa ini
memerlukan seseorang seperti Pangeran Diponegoro dengan keberanian, kesabaran,
dan pengorbanannya menghadapi penjajah yang menyengsarakan rakyat. Maka di era
saat ini kita juga memerlukan sosok-sosok yang memberikan harapan di tengah
krisis. Mengubah hambatan menjadi peluang untuk meningkatkan kapasitas diri
maupun memberikan pengaruh yang positif pada masyarakat.
Hanya
orang-orang yang bermental climbers yang akan mampu menghadapi setiap rintangan
yang dia hadapi. Karena sekali lagi pilihan itu membutuhkan keberanian,
kesabaran, dan pengorbanan di samping tujuan yang ingin kita capai dengan
keyakinan dan aksi yang benar.
Kita perlu sosok-sosok seperti Pangeran Diponegoro yang memberikan kita
inspirasi untuk berjuang. Sayangnya saat ini kita justru dikenalkan dengan
sosok-sosok yang tidak jelas kepribadiannya.
Lanjutan puisi
Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro :
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Semoga kita
dapat belajar dari sosok Pangeran Diponegoro agar kita mampu menghadapi krisis
yang terjadi dengan nilai-nilai kepahlawanan beliau yang kita
internalisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pangeran
Diponegoro memang bukanlah seorang yang dikaruniai oleh Tuhan sebuah kelebihan
tertentu. Namun, proses belajar yang kemudian membentuk pribadinya menjadi
sosok pemimpin yang mencintai rakyat dan dicintai oleh rakyat. Dengan itu
sebenarnya Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada keajaiban tanpa
tindakan. Semuanya butuh keberanian, pengorbanan, dan kesabaran untuk mencapai
kemenangan.
1.
Keberanian
Keberanian,
itulah sifat seorang Pahlawan seperti Pangeran Diponegoro. Tanpa keberanian
inilah tidak mungkin Pangeran Diponegoro mampu menghadapi musuh-musuhnya.
Keberanian untuk mengatakan dan bertindak yang salah ada salah dan yang benar
adalah benar. Keberanian merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang
tertanam namun juga dapat diasah melalui pembelajaran yang terproses.
Dengan
keberanian itulah kemudian memberikan inspirasi bagi orang-orang lain.
Memunculkan naluri kepahlawanan mereka untuk melanjutkan perjuangan. Naluri
inilah yang dimiliki oleh para pahlawan-pahlawan untuk menghadapi
tantangan-tantangan besar zaman.
Bangsa ini
memang membutuhkan figur-figur kepahlawanan yang dapat membangkitkan naluri
kepahlawanan dan keberanian bangsa untuk menghadapi krisis serta penjajahan
yang memang tidak semua orang menyadarinya secara mendalam. Bukan menunggu
monster-monster datang mengacaukan kota atau menunggu perang dari bangsa lain.
Namun, sebuah tindakan dengan segenap potensi untuk menyelamatkan bangsa dari
krisis multidimensi.
2.
Kesabaran
Tidak ada
keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang
menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang
pahlawan. Maka, ulama kita dulu mengatakan, “Keberanian itu sesungguhnya
hanyalah kesabaran sesaat.”
Resiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai
seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus (Anis
matta, 2004).
Kesabaran untuk
berjuang bersama rakyat dan tidak tunduk kepada penjajah Belanda itulah yang
mampu membuat kewalahan tentara-tentara Belanda saat itu selama 5 tahun.
Kesabarannya itulah yang tetap mampu dipertahankan meski di saat-saat banyak
ancaman yang diberikan oleh pihak pemerintah Belanda pada saat itu. Kesabaran
untuk mempertahankan idealisme kebangsaan untuk melawan penjajah.
Banyak yang
kemudian dari pengikutnya yang satu per satu meletakkan senjata ketika Belanda
menawarkan perundingan yang ternyata berakhir dengan pengasingan mereka.
Pangeran Diponegoro tetap pada pendiriannya untuk tidak tunduk kepada Belanda
meski akhirnya tertawan karena taktik licik yang dilakukan oleh pihak Belanda.
Namun, buah dari kesabarannya itu tetap beliau bawa hingga ke penerusnya dan karya-karyanya.
Hikmahnya adalah
dengan kesabaran itulah yang kita butuhkan untuk mempertahankan prinsip-prinsip
hidup yang benar sesuai tuntunan Illahi bukan sekedar nafsu semata. Tidak
sedikit di antara kita yang kemudian putus asa atau mencari aman saja dari
tantangan yang seharusnya kita hadapi. Kemudian di antara kita pula yang justru
mencari jalan lain yang justru menyesatkannya.
3.
Pengorbanan
Seseorang disebut pahlawan karena timbangan
kebaikannya jauh mengalahkan timbangan keburukannya, karena kekuatannya
mengalahkan sisi kelemahannya. Jika engkau mencoba menghitung kesalahan dan
kelemahannya itu “tertelan” oleh kebaikan dan kekuatannya.
Akan tetapi, kebaikan dan kekuatan itu bukanlah untuk dirinya sendiri,
melainkan merupakan rangkaian amal yang menjadi jasanya bagi kehidupan
masyarakat manusia (Anis Matta, 2004)
Sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Keinginan Pangeran Diponegoro
untuk menjadi Amirulmukminin Panotogomo Kalifatullah, pemimpin yang berjuang
untuk rakyat sekaligus agamanya mampu mengalahkan tawaran ayahnya Sultan
Hamengku Buwono III untuk menjadi pejabat di Kraton Yogyakarta Hadiningrat.
Meskipun
kesempatan itu terbuka lebar untuk menjadi pejabat Kraton tetapi Pangeran
Diponegoro tahu diri bahwa dirinya bukan putera mahkota. Berbeda dengan orang
yang haus kekuasaan yang akan mungkin tanpa berpikir panjang akan mengambil
kesempatan itu. Jika, orang itu mampu, namun jika tidak maka tunggulah
kehancurannya.
Pangeran
Diponegoro lebih memilih untuk berjuang untuk rakyatnya yang telah tertindas
dengan mengajarkannya keterampilan untuk menjaga diri. Karena kondisinya pada
saat itu memang rakyat banyak yang tertindas dianiaya karena kelemahannya.
Orang-orang Belanda menganggap kaum pribumi seperti binatang bodoh yang memang
pantas dianiyaya. Hukum rimba pun berlaku.
Puisi Chairil Anwar tentang Diponegoro :
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup
kembali
Dan bara kagum
menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar
Lawan banyaknya
seratus kali
Pedang di kanan,
keris di kiri
Berselempang
semangat yang tak bisa mati
Puisi Chairil Anwar tersebut
menggambarkan kerinduan seorang Chairil Anwar terhadap sosok Diponegoro di
masa-masa pembangunan. Kekaguman seorang Chairil Anwar pada kepahlawanan
Diponegoro yang digambarkannya begitu berani melawan musuh meski hanya
menggunakan keris dan pedang.
Di masa krisis menerpa negara kita begitu banyak
permasalahan yang kemudian muncul, mulai dari masalah individu hingga masalah
dalam masyarakat. Krisis memang akan selalu ada mewarnai kehidupan suatu
bangsa. Karena krisis merupakan bagian dari rencana Tuhan untuk menyadarkan
kita sebagai hamba-Nya, bahwa kita juga sebagai pemimpin di muka bumi ini.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Keberanian : Pangeran Diponegoro
sadar betul akan resikonya melawan Belanda akan seperti apa. Namun, sekali lagi
yang benar memang harus diperjuangkan dan yang salah perlu disadarkan untuk
kemudian diluruskan.
2.
Kesabaran : kesabaran adalah daya
tahan psikologis yang menetukan sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme
kepahlawanan, dan sekuat apa kita mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup.
3.
Pengorbanan : kita membutuhkan sosok
seperti Pangeran Diponegoro untuk kita tauladani baik dalam semangat maupun
kehidupannya. Sosok yang dapat kita contoh dan mampu menggerakan harapan
bangsa.
Saran
Bila Anda sedang lemah, lemes,
letih dan lesu seakan kehilangan semangat untuk hidup, belajarlah kepada tokoh
hebat ini. Dia adalah avatar bagi masyarakat Jawa. Hidup memang untuk berjuang,
tidak untuk merenungi penderitaan dan mengalah pada nasib.
DAFTAR PUSTAKA