Perbedaan Self Disclosure laki-laki dan perempuan


Pengaruh jenis kelamin terhadap pengungkapan diri bermula dari perbedaan perlakuan orang tua terhadap anak yang disebabkan karena perbedaan jenis kelaminnnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Berry, dkk (1999, h. 117) bahwa perbedaan kategori biologis antara pria dan wanita juga menghasilkan praktik kultural yang berupa pola pengasuhan anak, peran, stereotip gender, dan ideologi peran seks yang mengarah pada tindakan pemisahan antara pria dan wanita.
Pola pengasuhan yang berbeda tersebut misalnya berupa perbedaan cara orang dewasa berbicara dengan anak laki-laki dan perempuan. Orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan orang dewasa lain berbicara kepada anak laki-laki dan perempuan dengan cara yang berbeda karena mereka memiliki harapan dan kriteria peran yang tidak sama bagi keduanya (Santrock, 2003, h. 379).
Peran pria dan wanita yang dibedakan satu sama lain nampak pada pendapat Brannon (1996, h. 171), bahwa pria diharapkan menunjukkan peran sebagai sosok tangguh, percaya diri, berorientasi pada kesuksesan dan mengejar status, sedangkan wanita diharapkan menunjukkan peran lemah lembut, sopan, patuh, dan pandai mengurus rumah tangga. Parsons dan Bales (dalam Brannon, 1996, h. 189) menyebut peran pria tersebut sebagai peran instrumental dan peran bagi wanita disebut sebagai peran ekspresif.
Peran yang dikenakan pada pria dan wanita pada akhirnya bisa menjadi sebuah stereotip gender, yaitu keyakinan mengenai sekumpulan arti yang dihubungkan dengan laki-laki dan perempuan (Hurluck, 1997, h. 129). Arti tersebut berkaitan dengan penampilan, bentuk tubuh yag sesuai, cara berperilaku, cara mencari nafkah dan cara berbicara yang sesuai. Perbedaan cara berkomunikasi antara pria dan wanita juga dinyatakan Tannen (dalam Santrock, 2003, h. 379) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi percakapan pribadi.
Stereotip gender bagi pria dan wanita yang telah terbentuk dan berkembang dalam masyarakat menjadi acuan bagi individu untuk berperilaku, seperti yang dinyatakan Hurlock (1997, h. 128) bahwa stereotip gender mengharapkan setiap individu mampu menerima kenyataan bahwa mereka harus menyesuaikan diri dengan stereotip peran gender yang telah disetujui bila ingin mendapatkan penerimaan sosial yang baik. Berdasarkan pendapat tersebut, maka tingkah laku termasuk perilaku mengungkapkan diri pada pria dan wanita harus disusuaikan juga dengan stereotip gendernya sehingga pengungkapan diri pria dan wanita akan menunjukkan perbedaan.
Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri. Menurut Cunningham (dalam Michener dan DeLamater, 1999, h. 219) kesulitan pria dalam mengungkapnkan diri disebabkan karena pria memiliki anggapan bahwa mengungkapkan diri merupakan tanda dari kelemahan, sehingga pengungkapan diri pada pria cenderung lebih rendah.
Perbedaan pengungkapan diri pada pria dan wanita juga dijelaskan oleh Jourard (1964, h. 13), bahwa wanita telah dibiasakan untuk mengungkapkan diri. Stereotip yang menyatakan wanita lebih banyak bicara dari pria menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi pembicaraan dengan orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu dengan bercakap-cakap bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga terkandung penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan terhadap sesuatu.
Perbedaan pengungkapan diri antara pria dan wanita juga disebabkan adanya perbedaan penilaian terhadap pengungkapan diri. Wanita menilai bahwa hubungan dengan teman akan menjadi lebih dekat jika saling terbuka sehingga bisa saling memahami keadaan masing-masing (Arlis, 1991, h. 73), sehingga wanita lebih banyak melakukan pengungkapan diri. Pria cenderung menghindari pengungkapan diri karena memiliki penilaian bahwa pengungkapan diri merupakan tanda kelemahan (Cunningham, dalam Michener dan DeLamater, 1999, h. 219).
Perbedaan tersebut juga disebabkan karena aktivitas waktu luang yang tidak sama antara pria dan wanita. Berdasarkan pengamatan di lapangan, subjek wanita lebih banyak mengisi waktu luang dengan bercakap-cakap. Keadaan lapangan tersebut sesuai dengan pendapat Youniss dan Smollar (1985, h. 96), bahwa pada dasarnya wanita menyenangi pembicaraan dengan teman khususnya yang menyangkut masalah pribadi. Pria lebih banyak menghabiskan waktu luang bersama teman dengan melakukan aktivitas bersama daripada melakukan pembicaraan pribadi kepada teman.

Faktor terpenting yang mempengaruhi self disclosure adalah jenis kelamin. Umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita. Pearson (1980) berpendapat bahwa peran sekslah  (sex role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal self disclosure ini. ”Wanita yang maskulin”, misalnya, kurang membuka diri (self disclosure) ketimbang wanita yang nilai dalam skala maskulinitasnya lebih rendah.
Cunningham (1981) mengatakan bahwa wanita lebih sering untuk terbuka pada rasa takut, kekurangan atau kelebihan. Wanita lebih emosional sedangkan laki–laki lebih menahan diri. Namum pendapat lain yang mengatakan bahwa laki-laki lebih menyatakan diri, berorientasi pada prestasi, dan lebih dominan, sedangkan perempuan lebih tanggap secara sosial, pasif dan mengalah (Bery,dkk,1999). Kenyataan sekarang ini khususnya laki-laki mengakui akan adanya peranan yang sama atau gender. Dengan adanya pemahaman peranan gender maka akan meningkatkan suasana keakraban diantara laki-laki dan wanita.
Penelitian yang dilakukan oleh Barnlund (1975) terhadap orang Jepang dan Amerika, lebih lanjut menemukan bahwa laki-laki Jepang lebih terbuka dengan teman laki-laki, tetapi lebih banyak dengan teman yang berbeda jenis kelamin daripada dengan ibunya. Wanita Jepang lebih banyak melakukan disclose (terbuka) terhadap sesama teman wanita, tetapi selanjutnya  dengan ibunya daripada teman laki-laki. Hal itu berbeda dengan orang Amerika. Orang Amerika, laki-laki maupun perempuan, lebih banyak berkomunikasi kepada teman, baik sesama jenis maupun berbeda jenis daripada terhadap orang tua. Penelitian ini menunjukkan bahwa  keterbukaan diri antara laki-laki dan perempuan dalam setiap kebudayaan berbeda satu dengan yang lain. Jourard (1971) menemukan bahwa orang tidak menikah cenderung membuka diri  (self disclosure) mereka sendiri secara lebih bebas kepada ibu mereka daripada kepada ayah mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena peran hubungan yang ada dengan wanita. Hubungan keterikatan emosional wanita muda dengan ibunya yang menyebabkan ia lebih terbuka, dan  lebih tertutup dengan teman laki-laki mereka. Lelaki muda menutup diri kepada kedua orang tua mereka tentang informasi diri, tetapi cenderung lebih terbuka pada teman laki-laki mereka. Sebagaimana diungkapkan Jourard, orang yang menikah keterbukaan diri (self disclosure) mereka secara lebih mudah dengan pasangan mereka daripada dengan orang lain. Valerian dkk (1988) mengatakan jenis pasangan yang berbeda menilai keterbukaan diri secara berbeda. (http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/jiw/article/viewFile/17061/17024)

Pengungkapan diri: pria lebih terbuka, langsung pada persoalan, serta mudah diduga, sementara wanita lebih tertutup dan sulit diduga. (http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/03/beda-pria-dan-wanita/)

Comments

Popular posts from this blog

Kutipan Langsung dan Tidak Langsung, dan Innote

KESANTUNAN DALAM BAHASA INDONESIA

Soal dan Jawaban MODEL KOMUNIKASI MASSA