Makalah Pengaruh Komunikasi Keluarga terhadap Konsep Diri Anak
Pengaruh Komunikasi Keluarga
terhadap Konsep Diri Anak
Tugas Metodologi
Penelitian Komunikasi Kuantitatif
Di susun Oleh :
Mar’atul Hanifah
(14030111130040)
PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.
Komunikasi memegang peranan penting bagi kelanggengan suatu hubungan. Entah
dalam ikatan teman, sahabat, kekasih ataukah hubungan terkecil dan terpenting
di dunia, yaitu keluarga. Salah satu elemen dasar yang membuat kekokohan
hubungan dalam keluarga adalah komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal.
Komunikasi verbal dalam keluarga seperti saling mencurahkan isi hati,
berpamitan untuk pergi ke sekolah atau kantor, mengajak makan bersama, dan
sebagainya. Sedangkan komunikasi secara nonverbal dalam keluarga dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala dan mengangkat bahu.
Komunikasi
efektif dalam keluarga terkadang dianggap kurang penting. Sebagian orang tua bahkan
berpikir untuk lebih mementingkan bekerja, mencari harta, demi kebahagiaan
keluarga. Namun disanalah letak kesalahan terbesar yang akan berdampak pada
masa depan anak. Komunikasi kelurga erat kaitannya dengan dengan konsep diri
anak. Minimnya komunikasi dalam keluarga berdampak pada rendahnya konsep diri
anak atau cenderung ke arah negatif.
Sejak
dini, anak harus sudah ditanamkan konsep diri melalui komunikasi yang efektif
dan positif dari keluarga. Karena, setelah melewati komunikasi keluarga,
komunikasi anak akan menuju komunikasi yang lebih luas, yaitu komunikasi
kelompok, rekan kerja, organisasi, dan sebagainya. Dan dari sanalah akan
terlihat seberapa tinggi tingkat komunikasi keluarga yang telah dilakukan.
Perceraian orangtua, tidak adanya
komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga
bisa memicu perilaku negatif pada anak di masa mendatang. Pendidikan yang salah
di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan
agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab
terjadinya konsep diri yang negatif terhadap anak. Oleh karena itu, komunikasi
yang terjadi di dalam keluarga sangat berpengaruh pada kemajuan bangsa, karena
anak adalah pemegang masa depan bangsa.
Dari survei yang dilakukan oleh Kompas pada 4500
anak di 12 kota pada tahun 2007 didapat data 97 persen anak sudah menonton film
porno, 93,7 persen pernah ciuman dan oral seks, 62,7 persen remaja SMP dan SMA
tak perawan, 21,2 persen remaja SMP dan SMA melakukan aborsi. Berdasarkan data
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kenalakan remaja
tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 125 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Salah satu kenakalan remaja yang meningkat adalah seks bebas. Survey terakhir,
63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan
seksual di luar nikah. Hasil survei yang dilakukan, dari 100 remaja, 51 remaja
perempuan sudah tidak lagi perawan.
B.
PERUMUSAN
MASALAH
1)
Penegasan
Das Sein dan Das Solen
2)
Problem
Statement
Masih maraknya konsep diri yang
buruk pada anak terjadi karena pengaruh kurangnya komunikasi dalam keluarga.
3)
Research
Question
Seberapa besar pengaruh komunikasi keluarga
terhadap konsep diri anak ?
C.
TUJUAN
MASALAH
Untuk mengetahui
pengaruh komunikasi keluarga terhadap konsep diri
anak.
D.
KERANGKA
TEORI
1)
Komunikasi
Suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)
dari satu pihak kepada pihak lain, dilakukan secara lisan
atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila
tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih
dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala dan
mengangkat bahu, yang cara tersebut biasa disebut komunikasi nonverbal.
2) Keluarga
a.
Reisner
(1980)
Keluarga
adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu,
adik, kakak, kakek dan nenek.
b.
Logan’s
(1979)
Keluarga
adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling
berinteraksi satu sama lain.
c.
Bentler
et. Al (1989)
Keluarga
adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti
pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan
orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
d.
National
Center for Statistic (1990)
Keluarga
adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan
dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.
e.
BKKBN
(1992)
Keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
3) Komunikasi Keluarga
Menurut Rae Sedwig (1985), komunikasi keluarga
adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture),
intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta
saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997:30).
Dilihat dari pengertian
di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung
maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pnengertian. Sedangkan tujuan
pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara
satu anggota dengan anggota lainnya, sehingga tercipta komunikasi yang efektif.
Komunikasi dalam keluarga
juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal
dalam keluarga, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga
siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang
dijalani dalam kesabaran dan kejujuran, serta keterbukaan (Friendly: 2002; 1)
Komunikasi
dalam keluarga dapat terjadi secara kebetulan di antara anggota keluarga. Selain
itu juga dapat berlangsung berbalas-balasan. Orang yang terlibat dalam
komunikasi tersebut mulai dari dua sampai empat orang. Apabila percakapan
mereka semakin serius, maka akan terjadi dialog.
4) Konsep Diri
Menurut
Stuart dan Sundeen (dalam Dacey & Kenny, 1997), konsep diri adalah semua
ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Keliat, 1992).
Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi
dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman
dan objek, tujuan serta keinginannya.
Penghargaan mengenai diri akan menentukan bagaimana
individu akan bertindak dalam hidup. Apabila seorang individu berpikir bahwa
dirinya bisa, maka individu tersebut cenderung sukses, dan bila individu
tersebut berpikir bahwa dirinya gagal, maka dirinya telah menyiapkan diri untuk
gagal. Jadi bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang
mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi dan
tingkah laku individu (Calhoun & Acoccela, 1990). Singkatnya, Calhoun &
Acoccela mengartikan konsep diri sebagai gambaran mental individu yang terdiri
dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan
penilaian terhadap diri sendiri.
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengintegrasian kepribadian,
memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapai kesehatan mental.
Konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran yang ada pada diri individu
yang berisikan tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai
pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas
dirinya yang merupakan penilaian diri sendiri serta bagaimana individu
menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan.
5) Komunikasi Keluarga dan Konsep Diri
Menurut Karol Kumpfer
dan Rose Alvarado, profesor dan asisten profesor dari University of Utah, dalam
penelitiannya, menyebutkan bahwa kenakalan dan kekerasan yang dilakukan oleh
anak dan remaja berakar dari masalah-masalah sosial yang saling berkaitan. Di
antaranya adalah kekerasan pada anak dan pengabaian yang dilakukan oleh
orangtua, munculnya perilaku seksual sejak usia dini, kekerasan rumah tangga,
keikutsertaan anak dalam geng yang menyimpang, serta tingkat pendidikan anak
yang rendah. Ketidakmampuan orangtua dalam menghentikan dan melarang perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh anak remaja akan membuat perilaku kenakalan
terus bertahan.
a.
Kurangnya
sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
b.
Perilaku yang ditampilkan
orangtua (modeling) di rumah yang menunjukkan perilaku dan nilai-nilai
anti-sosial.
c.
Kurangnya
pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar
sekolah, dan lainnya).
d.
Kurangnya
disiplin yang diterapkan orangtua pada anak.
e.
Rendahnya
kualitas hubungan orangtua-anak.
f.
Tingginya
konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
g.
Kemiskinan dan
kekerasan dalam lingkungan keluarga.
h.
Anak tinggal
jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
i.
Perbedaan budaya
tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.
j.
Adanya saudara
kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan
remaja.
Orang tua yang terlalu
keras dalam menghadapi remaja yang bermasalah bisa jadi bukannya meredam
kenakalan mereka, justru malah membuat kenakalan mereka semakin menjadi.
E.
HIPOTESIS
Berdasarkan
uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Terdapat
hubungan positif antara komunikasi keluarga terhadap konsep diri anak.
Hipotesis alternatif (Ha) :
“Semakin tinggi komunikasi dalam keluarga, maka semakin baik pula konsep
diri anak.”
Daftar Pustaka
https://docs.google.com
http://urbandepan.blogspot.com/search?q=MAKALAH+FAKTOR+DARI+DALAM+KELUARGA+PENYEBAB+KENAKALAN+REMAJA&searchsubmit=Search
Comments
Post a Comment