Makalah PROBLEMATIKA JUSNALIS DI ERA NEW MEDIA
PROBLEMATIKA JUSNALIS DI ERA NEW
MEDIA
Di susun oleh,
RAKASIWI OKTAVIANA H.S 14030111120007
DESY KURNIASARI 14030111120013
WAHYU TRI OKTAVIANI 14030111120014
RAKANITA OKTAVIANI H.S 14030111130033
MAR’ATUL HANIFAH 14030111130040
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
1.
PENDAHULUAN
Bertambah canggihnya teknologisangat
membantu proses komunikasi yang dilakukan seseorang sehingga menjadi semakin
cepat dan mudah. Seseorang dengan sangat mudah dapat mengakses apapun yang ia
inginkan dengan menggunakan internet. Pengguna internetpun dari waktu ke waktu
juga mengalami peningkatan yang cukup significan di beberapa negara, tak
terkecuali di Indonesia.
Pengguna internet di Indonesia kini telah merngalami peningkatan yang cukup signifikan. Terakhir data tahun 2012 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 63 juta, dimana 60 % penggunanya merupakan kalangan yang berusia 12 sampai 35 tahun. Dan media yang paling banyak di akses oleh segmen usia itu adalah internet dan cinema.
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa,
dari beberapa media yang ada sekarang ini, TV masih menjadi media yang paling
banyak di akses seperti ditunjukan pada grafik di atas. Namun meskipun TV
menjadi media yang paling banyak di akses, pengguna media TV justru mengalami
penurunan sedang kenaikan pengguna paling signifikan terjadi pada pengguna
media internet.Hal ini menunjukkan adanya transisi konsumen dari media cetak konvensional ke media online.
Jejaring sosial menjadi tujuan utama
para pengakses internet. Karena dengan mengakses jejaring sosial mereka dapat
dengan mudah berkomunikasi dengan orang yang jauh dan dengan waktu yang cepat
dan dapat mengakses beberapa situs dengan mudah. Mobile phone juga menjadi alat
yang paling banyak di gunakan untuk mengakses internet, karena bentuknya yang
kecil sehingga dapat di pakai dan di bawa kemana saja. Hal ini, menguntungkan
para instansi media, sehingga banyak dari mereka berlomba-lomba untuk membuat
situs online dalam meyampaikan informasi.
Sehingga tak heran, kini di Indonesia memiliki
banyak situs news online yang menawarkan update berita
terakhir yang dapat diakses secara cepat melalui internet dimanapun dan
kapanpun. Awalnya news online ini dipelopori oleh detik.com, lalu
kemudian diikuti dengan munculnya portalonline yang lain seperti
okezone.com, vivanews.com, inilah.com, beritasatu.com, tribunnews.com, dan
sebagainya. Media cetak maupun televisi yang memiliki program berita juga
mulai meluncurkan news online mereka, seperti kompas.com,
mediaindonesia.com, tempointeraktif.com, metrotvnews.com, jawapos.com, liputan6.com,
tvone.co.id, seputar-indonesia.com, suarapembaruan.com, thejakartapost.com,
republika.co.id, surya.co.id, gatra.com, dan masih banyak lagi.Dengan hadirnya
news online ini membuat para pembaca lebih suka untuk membaca lewat internet di
banding manggunakan media konvensional karena lebih praktis dan cepat.
Media online ini memiliki beberapa
karakter sehingga membuatnya memiliki banyak pengguna, di antaranya ;
a. Audience
Control : pengguna bisa leluasa memilih berita yang di inginkan.
b. Nonlienarity
: berita bisa dikemas berdiri sendiri (tak harus dibaca berurutan)
c. Storage
and Retrieval : berita tersimpan dan dapat di akses kembali dengan mudah
d. Unlimited
Space : tempat tak terbatas. Pengembangan berita bisa disajikan lebih maksimal
dan lebih lengkap.
e. Immediacy
: informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung.
f. Multimedia
Capability : berita dapat disajikan secara kreatif dalam bentuk teks, suara,
gambar, dan komponen lainnya.
g. Interactivity
: partisipasi “realtime” pembaca dalam setiap berita.
Beberapa karakter inilah yang menjadi
daya tarik bagi pengguna media online untuk mau dan mengakses berita melalui
media online. Dari banyaknya media online yang ada, penyajian berita yang
diberikan terkadang juga sering membuat bingung dan mengecewakan konsumennya. Karena berita yang
ditulis di media online sering belum mendapatkan verifikasi dari objek yang
diberitakan. Hal inilah yang mengakibatkan beberapa berita yang ditulis
dalam news online keliru.
Salah satu contoh kasus kekeliruan
berita di news online adalah kasus Imanda Amalia yang dikabarkan
sebagai WNI yang tewas saat kerusuhan di Mesir bulan Februari 2011
lalu. Berita ini diperoleh dari sebuah posting di akun facebook milik
Science of Universe.Imanda dikabarkan berada di Mesir sebagai relawan United
Nations Relief and Works Agency (UNRWA). Meski belum ada kejelasan data
dari Kedutaan Besar maupun dari Kementerian Luar Negeri, namun
beberapa news online seperti detik.com dan Tribunnews telah
memberitakan hal tersebut di running news mereka, bahkan sampai
diikuti oleh beberapa stasiun televisi swasta sehingga hampir seluruh
masyarakat percaya akan hal itu. Namun rupaya berita tersebut hanya isu
belaka, pada akhirnya Kemenlu RI memastikan bahwa tidak ada WNI yang tewas di
Mesir.
Meskipun demikian, kekeliruan berita
dalam news online adalah sering dianggap sebagai hal wajar karena
memang para wartawan media online harus bersaing untuk mendapatkan
berita tercepat dan karena pemuatan berita tersebut bersifat running
news , sehingga berita yang salah dapat diperbaiki dalam berita terbaru
yang dimuat. Contoh pelanggaran etika jurnalistik pada kasus di atas adalah
penggunaan media sosial sebagai sumber berita tanpa adanya verifikasi terlebih
dahulu.
2.
PEMBAHASAN
Media adalah salah
satu institusi yang menghadirkann
informasi dari masyarakat dan untuk masyarakat. Kredibilitas yang berasal dari
satu set nilai merupakan hal yang cukup banyak membangun media dalam berbagai
macam gaya, bentuk, dan genre. Klaim dari
media tentang nilai
yang menjamin ketidakberpihakan, obyektivitas,
dan kebenaran tampaknya terlihat
jelas secara historis
dan juga budaya.
Nilai-nilai tersebut
ditentukan oleh tuntutan
sosial dan budaya
saat itu, teknologi,
dan juga oleh institusi medianya
(Hall, 2001. p.41).
Pada
awal abad ke
18, obyektivitas dinilai
sebagai hal yang
buruk oleh jurnalis dan
juga pembacanya karena
para jurnalis menulis
berita berdasarkan pandangan dan
juga opini mereka. Kebenaran, ketidakberpihakan, dan objektivitas menjadi hal
yang diabaikan dan
ditekan selama hampir
seabad di dunia
barat. Masalah ini merupakan
masalah fundamental untuk
sifat media yang
sebagian faktanya berasal dari
teknologi perantara yang
perlu dimediasi. Hal
ini berarti informasi yang
akan disampaikan dikompresi,
diubah, atau bahkan
rusak saat dikirimkan dari
pengirim ke penerima.
Masuk
ke abad 19,
obyektivitas, kebenaran, dan ketidakberpihakan mulai dilihat sebagai
salah satu hal yang perlu dalam media
setelah mulai terhapusnya
dominasi kelompok borjuis
dalam mengatur batas pemberitaan di media (Hall, 2001. p.47).Pada awal
tahun 1930, industri
media cetak yang
sebelumnya mendominasi sebagai media penyampai berita mulai terusik oleh
kehadiran radio yang menarik perhatian banyak orang. Pada masa itu, orang-orang
mulai mencari dan mendengarkan berita
melalui radio hingga
pada tahun 1950
dimana televisi mulai
menggantikan koran dan radio sebagai sumber utama berita.
Sebuah survey yang dilakukan pada tahun
1961 untuk melihat media mana yang
memiliki kredibilitas paling
tinggi menempatkan televisi
sebagai media terbaik dan
sumber berita yang
paling kredibel. Koran
memang memiliki keuntungan lebih
karena mampu menyajikan
berita dengan lebih
mendalam dan Hubungan factor
juga waktu yang
dimiliki lebih panjang
untuk mengecek kebenaran
dari berita, namun begitu
menurut Graber (2001,
p.4). Televisi menjadi lebih
populer karena banyak orang
menemukan bahwa televisi
menjadi media yang
paling mudah, paling cepat,
dan paling menyenangkan
bagi orang-orang dalam mendapatkan informasi yang penting
untuk mereka. Dari poin ini peneliti melihat bahwa faktor
kredibilitas suatu media
tidak hanya dilihat
dari kontennya saja namun juga bagaimana media tersebut
mampu menyebarkan informasi dengan
cepat, mudah untuk
digunakan / diakses,
dan juga menampilkan
fitur tambahan dari sebuah berita kepada khalayak.
Salwen, Garrison, dan Driscoll (2005,
p.147) melakukan studi kredibilitas media
di Amerika pada
tahun 2002 yang
bertujuan untuk melihat
komponen primer kredibilitas pada
koran, televisi, dan
berita online. Studi
tersebut menggunakan teknik random
sampling dengan survey
telepon sebagai alat pengumpulan datanya
dan dilakukan di 50 negara
bagian. Total 536
interview diselesaikan
dengan tingkat respon
pada survey ini
sebesar 41%. Kriteria responden di
studi ini adalah
minimal sehari dalam
seminggu membaca koran, menonton televisi,
dan menggunakan internet
untuk membaca berita
online. Kesimpulan dari penelitian
ini menunjukkan bahwa
untuk setiap media memiliki komponen
faktor yang berbeda-beda
dalam mengukur kredibilitasnya.
Pada media
koran, terdapat 3
faktor yang muncul
dalam mengukur kredibilitas
media, yaitu:
a.
Keseimbangan dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi balance, report the
whole story, objective,
fair, accuracy. Hal
yang paling utama dalam faktor ini adalah balance dan
report the whole story.
b.
Kejujuran dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi honesty,
believability, trustworthiness. Hal yang
paling utama dalam
faktor ini adalah honesty.
c.
Kekinian dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi up to
date, currency, dan timeliness.
Faktor
pada televisi memiliki jumlah yang lebih sedikit, dan lebih berfokus kepada
kewajaran dalam pemberitaan. Faktor-faktor tersebut terdiri
dari:
a.
Kewajaran dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi fairness, balance, trustworthiness, accuracy,
objective, report the
whole story, believability, bias,
honesty. Dimensi yang
paling menonjol dalam
faktor ini adalah fairness.
b.
Kekinian dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi currency, up to
date, timeliness. Ketiga dimensi memiliki proporsi yang hampir seimbang dalam
menentukan faktor ini.
Sementara itu,
untuk media online
memiliki perbedaan faktor
kredibilitas yang tidak muncul
di dua media
sebelumnya, yaitu faktor
tidak bias dalam pemberitaan. Hal
ini menyiratkan bahwa
responden melihat media
online seringkali melakukan bias dalam pemberitaannya yang sebenarnya
jika ditelusuri lebih jauh hal
ini akan berhubungan
dengan update berita
yang sangat cepat
di media online. Lebih lengkapnya mengenai faktor dalam
mengukur kredibilitas media online, yaitu:
a. Pemberitaan yang
dapat dipercaya mencakup
dimensi trustworthiness,
believability, accuracy, report
the whole story,
balance, fairness. 3 Dimensi
yang disebutkan lebih
dahulu memiliki kontribusi
yang lebih menonjol dalam faktor
ini.
b. Kekinian dalam
pemberitaan yang mencakup
dimensi currency, up to
date, timeliness. Ketiga dimensi memiliki proporsi yang hampir seimbang dalam
menentukan faktor ini.
c. Tidak bias
dalam pemberitaan yang
mencakup dimensi bias,
dan objective. Dimensi bias
memiliki kontribusi yang
lebih besar dalam menentukan faktor ini.
2.1 KEVALIDAN DAN KREDIBILITAS BERITA
(DESY + KARIN)
Semakin mudah dan murahnya akses internet
membuat perkembangan media online meningkat. Tapi keunggulan media online dalam
menyebarkan informasi dengan cepat, terkadang mengabaikan aspek penting
jurnalistik, yakni akurasi atau validitas.Validitas keabsahan
pemberitaan mencakup Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas.
Ada dua kategori yaitu:
a. Sumber
berita jelas, jika dalam berita dicantumkan identitas sumber berita
seperti nama, pekerjaan
atau sesuatu yang
memungkinkan untuk dikonfirmasi.
b. Sumber berita
tidak jelas, jika
dalam berita tidak
dicantumkan identitas sumber berita
seperti nama, pekerjaan
atau sesuatu yang
memungkinkan untuk dikonfirmasi.
Pengurus Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Indonesia Heru Margianto, dalam seminar New Media bertajuk "Pertumbuhan
Pengakses, Bisnis dan Problem Etika" di hotel Morrissey Jakarta, Kamis
(7/3/2013), menyampaikan “Dalam penelitian AJI Indonesia, kami mencoba
merumuskan kegamangan yang dihadapi media online Indonesia," katanya.Saat
ini, lanjut Heru, kita punya gaya jurnalisme baru. Ketika para pengelola media
online harus menerapkan strategi meraih sebanyak mungkin pembaca, kecepatan dan
sensasi menjadi pilihan pertama. Sehingga, verifikasi berita menjadi berkejaran
waktunya dengan publikasi. “Bahkan, verifikasi terkadang dilakukan setelah
berita disiarkan. Sehingga yang muncul adalah berita sepotong-sepotong,”
imbuhnya.
Ia
menjelaskan, jurnalisme baru ini seharusnya tetap mendorong wartawan online untuk memverifikasi berita. "Akan
tetapi di era ini, berita bukan uji verifikasi, tetapi verifikasi atas rumor
itu adalah berita. Karena berita disajikan sepotong-sepotong," jelasnya. Dalam berita dari media online, pembaca bisa saja
belum tahu awalnya, mereka baru membaca bagian tengah isu berita tersebut.
"Belum tahu endingnya, running update. Media online (tampak menganggap) kecepatan adalah
segalanya," jelasnya.Ia mengatakan, umumnya media online memecah berita menjadi beberapa angle.
Dianggapnya ini menjadi strategi untuk menaikkan trafik media tersebut. "Ada
berita berseri, itu semata-mata untuk naikin trafik, tetapi itu sah-sah
saja," tuturnya. Namun, tetap verifikasi dan akurasi harus menjadi
perhatian utama media online. Sebab, ini akan bersinggungan langsung
dengan kode etik, baik tentang akurasi maupun substansi berita.
Kecepatan
dan akurasi memang menjadi isu penting di media online atau
media cyber. Tapi
Redaktur Pelaksana portal beritaViva.co.id, Nezar
Patria, mengingatkan agar tuntutan penyajian berita online yang
secepatnya dan real time itu
tidak dijadikan pembenaran atas pemuatan berita-berita yang tidak akurat dan
kredibel. "Sebab,
kredibilitas adalah aset termahal media," kata Nezar dalam kuliah tamu
bertema “Jurnalisme Online &
Persoalan” Etika di Gd.Pascasarjana Ilmu Komunikasi Undip sabtu, 23 maret
2013.
Menurut
Nezar, kini ada sejumlah persepsi keliru di kalangan pengelola dan jurnalis
media online. Persepsi
keliru itu, antara lain, jurnalisme online bukanlah
jurnalisme yang serius,traffic sebagai
pencapaian utama dipandu berita sensasional, dan kualitas dan kredibilitas
berita online lebih
rendah dari jurnalisme cetak. "Liputan
mendalam tak mendapat tempat, apalagi peliputan Investigatif," kata
anggota Majelis Etik AJI Jakarta ini. Akibat
persepsi keliru itu, berita-berita dalam media online di
Indonesia, menjadi terjebak pada berita yang dangkal dan citranya menjadi
berita kelas dua. Hal
ini terjadi karena media online berlomba-lomba
mengejar traffic . Pada
saat bersamaan, pasar iklan di dunia online terbilang
brutal karena menggunakan sistem iklan berdasarkan traffic.
Penyakit
lainnya adalah banyak jurnalis onlinekurang
memahami kode etik jurnalistik. Padahal,
menurut Nezar media-media online di
Amerika dan Eropa tidak selalu bertarung dengan kecepatan kemudian mengorbankan
akurasi. Dia
mencontohkan Huffingtonpost.com .Media
ini awalnya adalah blog, lalu
dikelola menjadi media online dengan
berita-berita yang akurasinya bagus. "Saat
ini media ini banyak menjadi referensi," kata dia.
Menurut
Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, sepanjang
tahun 2011 lembaganya menerima 511 pengaduan dari masyarakat tentang media baik
via online maupun SMS. Mereka kemudian melakukan penelusuran. Ternyata Dewan
Pers memang menemukan berbagai pelanggaran. Untuk itulah Dewan Pers merasa
perlu membuat Pedoman Media Siber. Perkembangan media online yang
pesat serta ancaman akan akurasi berita pada situs news online itulah
yang membuat Dewan Pers kini sedang berupaya untuk menyusun suatu etika
jurnalistik yang khusus mengatur tentang jurnalisme online , karena
kode etik jurnalistik yang sudah ada sekarang dianggap belum menyinggung etika
pelaku jurnalisme online
2.2 KECEPATAN BERITA (RAKARAKA)
Akurasi dan kecepatan tidak bisa
dilepaskan satu sama lain dari sebuah berita. Dua hal ini merupakan komponen
penting dalam menyusun sebuah berita yang akan disampaiakan kepada masyarakat
luas, tak terkecuali dalam penyusunan berita dalam media online.Kelebihan dari
jurnalisme online adalah dapat diakses kapanpun, dimanapun dan publik memiliki
kesempatan untuk membaca berita dari mana saja sehingga dapat memiliki wawasan
yang lebih banyak tentang suatu berita dan dari beberapa sudut pandang. Selain
itu, jurnalisme online juga lebih cepat ketimbang jurnalisme konvensional
lainnya.
Dalam dunia jurnalisme, terlebih
industri media massa, kecepatan menjadi nilai jual tinggi. Setiap portal berita
online berlomba-lomba untuk menyampaikan informasi. Hal merugikan jika ada
media online yang ketinggalan informasi.Dalam hal kecepatan, memposting berita
melalui media online memang hanya membutuhkan waktu sedikit. Di Indonesia
sendiri, jurnalis online cenderung memilih untuk lebih cepat dalam memposting
berita sebelum berita tersebut dikonfimasi oleh pihak yang berkaitan. Judul
berita yang bombastis dan tanpa isi. Tak jarang kesalahan informasi seringkali
terjadi.
Menurut Pemimpin Redaksi VIVAnews.com,
Karaniya Dharmasaputra, Founder dan Chief Editor Vivanews.com mengatakan “fenomena
berburu kecepatan hanya sebuah keunikan Indonesia. Di luar negeri, media online
hanya memproduksi 40 berita sehari. Sementara di Indonesia justru bisa
memproduksi 600-800 berita per hari. Ini yang harus diperbaiki" kata
Karaniya, saat diskusi pada Anual Conference Online Media AJI, 'Media Online:
Antara Pembaca, Laba dan Etika', di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis 23
Februari 2012.
Informasi online yang saat ini marak
dipilih masyarakat untuk mendapatkan informasi, tampil dengan informasi yang
terpotong-potong. Hal ini dikarenakan tidak adanya proses pengeditan, sehingga
apa yang penulis atau jurnalis tulis itulah yang akan dikonsumsi masyarakat.
Berita onlibe kurang memperhatikan fakta dan lebih memperhatikan kecepatan
dalam menginformasikan informasi yang diharapkan dapat menjadi pilihan utama
masyarakat untuk mendapatkan informasi
Redaktur Pelaksana portal berita Viva.co.id,
Nezar Patria, mengingatkan agar tuntutan penyajian berita online yang
secepatnya dan real time itu tidak dijadikan pembenaran atas pemuatan
berita-berita yang tidak akurat dan kredibel. Akibat yang ditimbulkan dengan
hanya memperhitungkan kecepatan ialah berita yang disajikan dalam media online
cenderung dangkal dan sepotong-sepotong.
Industry media
kebanyakan, mengesampingkan fakta yang ada sebagai salah satu kaidah dalam
jurnalisme yakni kejujuran. Informasi yang ditulis dan nantinya akan dibagikan
ke masyarakat hanya akan menimbulkan banyak pandangan.Kecepatan informasi yang
sampai pada masyarakat, nantinya akan banyak dipilih masyarakat untuk mengakses
informasi dengan situs yang sama. Tidak adanya proses pengeditan ini, banyak
menimbulkan pandangan masyarakat yang simpang siur. Namun, berita online masih
tetap menjadi pilihan utama masyarakat untuk kebutuhan akan informasi.Selain
hanya mendahulukan kecepatan bukan fakta, berita online juga kurang adanya
kelengkapan berita seperti unsur 5W+1H. Maka dari itu, berita online hanya
sekadar memberitahukan masyarakat inti dari informasi yang disampaikan.
Nezar membandingkan kecepatan penyajian
berita antara media online dan televisi atau radio. Siaran langsung
televisi dan radio justru lebih cepat dibanding media online. Karena
itu, kata dia, media onlinemestinya lebih berhati-hati dan tidak
mengorbankan akurasi demi mengejar kecepatan. ”Media online masih ada
jeda produksi. Ada waktu untuk mendapatkan gambaran masalah yang lebih
komplet,” katanya. Karena itu, kata dia, jika ingin menjadi media online
yang kredibel, redaksi harus disiplin menerapkan standar akurasi, transparansi,
dan liputan yang fair.
Akan tetapi Co-Founder Kapanlagi.com,
Steve Christian menjelaskan kecepatan penulisan berita itu tetap mutlak
diperlukan. Tapi hal tersebut akan ditentukan oleh pembaca media online
tersebut sendiri."Saya antara setuju dan tidak setuju soal kecepatan dan
akurasi. Pada dasarnya dua hal tersebut yang menentukan adalah pembaca media
kita," jelasnya. Misalnya, ada sebuah kecelakaan di suatu wilayah dan
hanya dikabarkan dalam 3-4 paragraf saja dan berita tersebut langsung ditulis
secara cepat oleh media. Pemuatan berita tersebut akan direspon secara cepat
oleh pembaca media masing-masing, dengan melakukan content sharing melalui
media sosial yang ada. "Otomatis page
view-nya langsung naik karena berita sedang hangat dan langsung direspon
oleh media. Itulah karakter media online yang menuntut penulisan berita super
cepat," jelasnya. ia juga mengungkapkan bahwa penikmat media online itu
punya ‘budaya’ yang berbeda dengan penikmat media tradisional. “Mereka
(pengguna internet yang kebanyakan dibawah umur 35 tahun) menggunakan internet untuk
mencari informasi tertentu untuk mendapat berita tertentu. Berbeda dengan dulu
orang membaca (berlangganan) media yang spesifik untuk mendapatkan berita yang
spesifik pula,” terangnya.
Namun ketika Edi Taslim mejelaskan
mengenai media online, ada pesan mengenai awak media online yang cenderung
mementingkan kecepatan dibandingkan dengan kredibilitas berita yang mereka
tulis. Bagaimanapun kesimpulan dari konferensi ini, kebutuhan publik akan media
cetak maupun media online sebenarnya tetap sama. Banyak dari media cetak yang
tetap fokus dengan berita mendalam yang diangkat dalam edisi cetak namun
kemudian untuk berita ‘cepat’ akan dipusatkan di versi online. Artinya,
kebutuhan pembaca akan menjadi sama saja. Jika pembaca butuh berita yang dapat
dibaca sekarang juga, ia dapat mengaksesnya secara online, namun jika kemudian
ia merasa membutuhkan informasinya lebih mendalam tentang berita tersebut, ia
tentu harus bersabar untuk membacanya dalam edisi cetak yang akan terbit.
2.3 PERBANDINGAN JURNALIS ERA LAMA DAN
ERA NEW MEDIA
Jurnalisme online merupakan jurnalisme yang dapat di
akses melalui media internet, yang biasa menyuguhkan informasi dalam bentuk
audio, video, maupun grafis. Yang membedakan jurnalisme ini dengan jurnalisme
yang lain adalah penggunaan teknologi. Jurnalisme yang sarat akan teknologi
yang disuguhkan secara teraktual dan dapat dipercaya.
Jurnalis
Online harus memutuskan tentang hal-hal sebagai berikut:
a.
Format media yang mana, yang terbaik untuk
menyampaikan suatu berita (multimediality). Sejauh ini bandwidht dan hak cipta
merupakan faktor-faktor struktural yang masih menghambat pengembangan content
multimedia yang inovatif.
b.
memberi pilihan yang inovatif, berinteraksi, atau
bahkan meng-customize (menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan publik bersangkutan)
terhadap berita-berita tertentu (interactivity).
c.
Mempertimbangkan cara-cara untuk menghubungkan
(connect) berita yang ia buat dengan berita lain, arsip, sumber data dan
seterusnya lewat hyperlinks (hypertextuality).
Jurnalisme
konvensional adalah jurnalisme yang disampaikan melalui media seperti radio,
televisi, majalah, ataupun Koran. Kelebihan dari
jurnalisme online adalah dapat diakses kapanpun, dimanapun dan publik memiliki
kesempatan untuk membaca berita dari mana saja sehingga dapat memiliki wawasan
yang lebih banyak tentang suatu berita dan dari beberapa sudut pandang.
Kelebihan lain dari jurnalisme online adalah tampilannya yang lebih menarik
karena dipadukan dengan foto dan terkadang video.
Namun jurnalisme online juga memiliki kelemahan
karena kemampuan akses suatu berita dipengaruhi oleh kecepatan akses internet
dan tingkat kapasitas data dalam situs itu sendiri apakah hanya dapat diakses
melalui komputer atau PC karena banyaknya data yang disajikan, atau dapat juga
diakses melalui ponsel. Untungnya, kebanyakan dari media online pada masa
sekarang sudah memiliki mobile
versionatau versi khusus ponsel dengan ukuran data yang lebih kecil
sehingga mudah diakses melalui ponsel. Kelemahan lain jurnalisme online adalah
tingkat akurasi berita yang kurang karena mengutamakan ke aktualan berita.
Terkadang seorang jurnalis online menulis sebuah berita saat berita tersebut
sedang terjadi sehingga terkadang proses verifikasi belum dilakukan. Biasanya
untuk menyiasati hal semacam ini, seorang jurnalis online akan menuliskan
berita bagian per bagian dari suatu kejadian.
Untuk membedakan
antara jurnalisme online dan juga jurnalisme konvensional dapat dilihat dari
tabel berikut :
No
|
Jurnalisme Konvensional
|
Jurnalisme On-line
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Panjang naskah dibatasi, misalnya 5-7 halaman kuarto
yang diketik dalam 2 spasi.
Sebelum naskah di muat dalam sebuah media naskah
harus di ACC terlebih dahulu oleh redaksi.
Terbitnya berkala, contohnya mingguan, harian, ataupun
bulanan.
Walau sudah selesai dicetak, media belum bisa
langsung dibaca oleh khalayak.
Berita dan informasi disampaikan melalui batasan
formal dan terdapat etika jurnalisme yang harus dipatuhi.
Media yang digunakan adalah media cetak dan media non
cetak seperti, radio dan televisi.
Penggunaan tata bahasa sangat di perhatikan.
Perlu keterampilan khusus dari jurnalis untuk
mengelola informasi dan berita
|
Dalam media online pemuatan naskah tidak dibatasi
karena melalui suatu website naskah dapat sepanjang apapun. Dalam media
online naskah di batasi demi kecepatan akses dan juga desain.
Beberapa media membebaskan jurnalisnya mengolah
sendiri tulisannya.
Terbitnya kapan saja, tidak ada jadwal khusus
kecuali untuk rubric tertentu.
Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung
dibaca siapa saja yang mengakses tertentu
Batasannya hanya pada etika jurnalisme.
Media yang dipakai adalah internet
Tidak terlalu memperhatikan tata bahasa.
Tidak memerluakn keterampilan khusus dari pencari
berita
|
Selain perbedaan dari segi media, antara jurnalisme
online dan juga jurnalisme konvensional memiliki beberapa kekurangan dan juga
kelebihan. Jurnalisme online tidak dapat kita konsumsi diwaktu kita tidak
dihadapan komputer tapi dengan adanya radio, koran, dan
juga televisi kita dapat mengkonsumsinya dimana saja. Selain itu jurnalisme
konvensional lebih menjamin kebenarannya atau keakuratannya sedangkan pada
jurnalisme online semua dapat menulis beritanya tanpa etika jurnalisme,
contohnya saja tulisan-tulisan yang ada pada blog.
Melalui jurnalisme online audience lebih leluasa
memilih berita yang diinginkan. Penggunaan jurnalisme online sangat mudah dan
pencarian beritanya sangat cepat. Semua berita yang ada dapat disimpan dan di
akses kembali oleh audience. Ini adalah kelebihan dari jurnalisme
online.
3.
PENUTUP
Comments
Post a Comment