imam yang makruh

1. Imam yang Tidak Disukai Kebanyakan Jamaah Shalat

“Ada tiga jenis orang yang shalatnya hanya sampai ke batas telinganya saja: Hamba sahaya (yang minggat) hingga ia pulang. Wanita yang tidur sementara suaminya dalam keadaan marah kepadanya. Imam shalat yang dibenci oleh jamaahnya.”
Dari Amru bin Al-Harits bin Al-Mushthaliq diriwayatkan bahwa : “Orang yang berat siksanya di hari Kiamat nanti ada dua: wanita yang membangkang terhadap suaminya dan imam yang dibenci oleh jamaahnya.”
At-Tirmidzi rahimahullahu menandaskan: “Sebagian ulama menganggap makruh seseorang menjadi imam bila jamaahnya tidak menyukainya. Kalau imamnya sendiri tidak berbuat zhalim, dosanya ditanggung oleh orang yang membencinya.” Ahmad dan Ishaq menegaskan: “Bila yang membencinya hanya satu, dua atau tiga orang saja, boleh saja ia tetap menjadi imam. Kecuali bila yang membencinya adalah mayoritas jamaah shalat.” 

2. Imam yang Berkunjung

Ia dilarang menjadi imam, kecuali dengan izin para makmumnya berdasarkan hadits Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Barangsiapa yang datang berkunjung ke satu tempat, janganlah ia mengimami mereka. Hendaknya yang menjadi imam adalah salah seorang di antara mereka saja.”
Imam at-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: “Pendapat ini diamalkan oleh para ulama dari kalangan para sahabat Nabi dan yang lainnya. Mereka menyatakan: “Pemilik rumah atau tempat tinggal lebih berhak menjadi imam daripada tamunya.” At-Tirmidzi melanjutkan: “Sebagian ulama berpendapat: Kalau diizinkan, boleh saja tamu menjadi imam.” [7] Sementara Abul Barakat Ibnu Taimiyah menegaskan: “Sebagian besar ulama berpendapat boleh saja seorang tamu menjadi imam bila diizinkan oleh pemilik tempat tinggal.” [8] Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “…kecuali bila diizinkan oleh para makmum…”
3. Orang yang Mengimami Jamaah Sebelum Datang Imam Rutinnya

Hukumnya tidak boleh, kecuali bila imam rutinnya terlambat datang dari waktu yang ditentukan, atau dengan izinnya. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
“Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya…”
Maka tidak dibolehkan seseorang mengimami jamaah masjid yang memiliki imam rutin kecuali dengan izin si imam, misalnya dengan mengatakan: “Imamilah jamaah masjid ini.” Atau dengan mengatakan kepada jamaah: “Kalau saya terlambat dari waktu yang ditentukan, silakan shalat terlebih dahulu.”

Popular posts from this blog

Kutipan Langsung dan Tidak Langsung, dan Innote

KESANTUNAN DALAM BAHASA INDONESIA

Soal dan Jawaban MODEL KOMUNIKASI MASSA