Self Concept and Self Awareness
Self Concept (Konsep
Diri)
Merupakan
cara bagaimana kita yakin terhadap diri kita. Konsep ini terdiri atas perasaan
dan pikiran mengenai kelemahan & kekuatan, kemampuan & keterbatasan,
dan aspirasi & sudut pandang (Black, 1999).
a. Pandangan Orang Lain Terhadap Diri Kita
Bagaimana
kita memandang diri kita adalah dari bagaimana orang lain memandang kita,
seberapa kita bersikap ramah ataupun sombong. Konsep ini sama dengan konsep
Cermin (Charles Horton Cooley, 1922) tentang bagaimana orang lain berpikir mengenai
diri kita, memperlakukan kita, dan memberi reaksi terhadap keberadaan kita.
Konsep diri ini mengacu pada seberapa signifikannya orang lain memandang kita
baik dari segi positif maupun negatif. Refleksi orang lain inilah yang membantu
kita mendefinisikan konsep diri kita.
b. Perbandingan Sosial
Cara
lain untuk mengembangkan konsep diri kita adalah dengan membandingkan diri kita
dengan orang lain. Bila kita ingin melihat secara lebih dalam mengenai diri
kita sendiri, maka kita harus melihat orang lain dari perspektif yang berbeda.
c. Ajaran Budaya
Pengetahuan
mengenai budaya sebenarnya ditanamkan pada diri setiap manusia oleh orang tua,
guru, dan media, dan pengetahuan inilah yang membentuk perspektif tentang
bagaimana kita percaya, menilai, serta bertingkah laku terhadap pandangan
agama, kesuksesan, maupun nasionalisme.
Nilai
budaya memberi segi positif jika kualitas budaya yang ada di diri kita tinggi
sehingga orang lain bisa menghargainya dengan baik. Sebaliknya, jika nilai
budaya yang kita tunjukkan berkualitas rendah terhadap konsepsi diri kita, maka
orang lain akan menilainya negatif. Karena secara tidak langsung, budaya yang
kita anut berpengaruh besar pada sikap dan keyakinan kita terhadap sesuatu.
d. Interpretasi dan Evaluasi Diri
Kebanyakan
orang lain menilai diri kita berdasarkan atas apa yang kita lakukan dan
bagaimana tingkah laku kita, kita lalu menginterpretasikannya kemudian
mengevaluasinya. Interpretasi dan evaluasi ini membantu diri kita untuk bisa
mengenal konsep diri kita yang sesungguhnya.
Misalkan
diri kita diinterpretasikan sebagai seorang pembohong, maka tingkah laku kita
pun akan terus menuai kebohongan. Atau misalkan kita adalah seorang guru yang
mendapatkan seorang murid dengan kepintaran luar biasa, maka kita pun
mengevaluasi diri sebagai seorang yang hebat karena telah bisa mengajarkan
orang lain.
Self Awareness
(Kesadaran Diri)
Kesadaran
diri menggambarkan seberapa luas pengetahuan terhadap diri sendiri. Memahami
bagaimana perkembangan konsep diri kita adalah salah satu cara untuk
meningkatkan kesadaran diri kita. Semakin kita mengerti tentang cara pandang
kita terhadap apa yang kita lakukan, maka kita akan semakin mengerti siapa
kita. Wawasan tambahan diperoleh dengan model empat diri Jendela Johari (Luft,
1984). Model ini menggambarkan komunikasi antarpersonal diri kita yang
keseluruhannya menjadi satu meski pada bagian yang terpisah-pisah.
a. The Open Self (Diri yang Terbuka)
Diri
yang terbuka mewakili seluruh informasi, tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat,
motivasi, dan ide yang kita dan orang lain ketahui. Kita terbiasa membuka diri
kita dan membiarkan orang lain tahu tentang kita kepada beberapa orang saja,
dan kepada orang yang lain yang kita tidak terbiasa untuk terbuka maka kita
cenderung menutup diri kita. Jika kita membuka diri, maka komunikasi akan
menjadi lebih mudah daripada menutupnya.
b. The Blind Self (Diri yang Buta)
Diri
yang buta mewakili seluruh hal mengenai diri kita yang orang lain ketahui namun
cenderung kita abaikan. Mulai dari kebiasaan sepele sampai penting, seperti
bagaimana kita memiliki ekspresi yang meluap-luap, kebiasaan memegang hidung
saat marah, dan sebagainya.
c. The Hidden Self (Diri yang Tersembunyi)
Diri
yang tersembunyi meliputi segala hal yang kita ketahui tentang diri kita namun
hal tersebut merupakan rahasia bagi orang lain. Dalam kaitan interaksi dengan
orang lain, makna the hidden self termasuk segala hal yang kita tidak
ingin tunjukkan, apakah itu relevan atau tidak relevan dalam komunikasi. Bahkan
secara ekstrem, dalam kasus ini kita bisa bedakan
antara “overdiscloser” dan“underdiscloser” . Bagi para
“overdiscloser”, mereka tak sungkan membicarakan problem keluarga, masalah
anak-anak, kesulitan keuangan, atau apapun persoalan yang dia hadapi.
Kebalikannya, para “underdiscloser” tak akan pernah membicarakan problem
yang dia hadapi. Mereka tak masalah untuk untuk membicarakan masalah apapun,
kecuali tentang diri mereka sendiri.
d. The Unknown Self (Diri yang Tidak Dikenal)
Diri
yang tidak dikenal merupakan representasi di mana baik dirinya maupun orang
lain tidak mengetahui kebenaran yang ada. Eksistensi dari “jendela ini” bisa
diketahui dari beberapa sumber, yaitu:
· Dinampakkan
oleh adanya Perubahan temporer yang dibawa oleh peristiwa eksperimental seperti
hipnotis atau “sensory deprivation” (kehilangan panca indra).
· Adanya
mimpi atau certain projective test
· Namun
demikian, kebanyakan disebabkan adanya fakta bahwa “Kitamempelajari sesuatu
tentang diri kita sendiri yang kita tidak ketahui sebelumnya”
Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri:
a. Bertanya pada diri sendiri
Salah
satu cara jitu tekni bertanya pada diri sendiri adalah dengan menggunakan
media informal test : Who Am I, mencari tahu kelemahan dan kemampuan
diri, mimpi, serta target perbaikan diri kita.
b. Mendengarkan orang lain
Hal
ini mampu mendapatkan feedback dari orang lain, untuk meningkatkan self
awareness.
c. Aktif mencari informasi mengenai diri
sendiri
Dengan
cara demikian kita dapat mengurangi blind self. Kita tak dapat
memaksa orang lain untuk memberikan pendapat tentang diri kita, terlebih lagi
ada orang yang bersifat negatif terhadap kita yang memiliki agenda pribadi.
Namun kita dapat menggunakan peristiwa yang terjadi untuk memperoleh
self-information.
d. Melihat sisi diri yang berbeda
Melihat
diri dari kacamata orang lain dapat memberi perspektif yang baru dan bernilai
mengenai diri kita.
e. Meningkatkan diri yang terbuka
Kita
dapat meningkatkan makna dan keintiman dari sebuah dialog, melalui interaksi
yang kita peroleh dengan mengenal diri sendiri.
3. Self Esteem (Penghargaan Diri)
Seberapa
besar kita menyukai diri kita sendiri dan seberapa kompeten kita menilai diri
kita, adalah kunci bagaimana kita merefleksikan nilai self
esteem yang kita miliki. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi
akan berkomunikasi melalui pesan verbal maupun non verbal.
Self-esteem sangat
penting, sebab kesuksesan melahirkan kesuksesan berikutnya. Saat kita merasakan
hal yang bagus tentang diri kita, di mana kita mampu untuk melakukan suatu hal,
maka performa kita akan lebih baik. Saat kita berpikir bahwa kita akan sukses,
maka kita akan berbuat layaknya seorang yang sukses. Saat kita berfikir akan
gagal, maka kita akan berbuat layaknya seorang yang gagal. Dengan
meningkatkan self esteem, maka akan membantu kita untuk fokus dan
bertindak efektif dalam hal studi, karir, dan hubungan interpersonal.
Adapun
cara untuk meningkatkan penghargaan terhadap diri antara lain:
a. Menyerang kepercayaan diri yang bersifat
merusak
Berusaha
jujur seutuhnya terhadap diri sendiri, tanyakan pada diri sendiri
pertanyaan-pertanyaan seperti:
· Dorongan
untuk menjadi sempurna: Apakan kita terlalu keras berusaha untuk menampilkan
diri sendiri menjadi seseorang dengan level tinggi dan seolah-olah hal lain
yang kurang sempurna tidak dapat diterima?
· Dorongan
untuk menjadi kuat: Apakah kita percaya jika kelemahan emosional seperti sedih,
dan kesendirian adalah hal yang salah?
· Dorongan
untuk menyenangkan pihak lain: Apakah kita selalu tunduk pada pendapat dan
persetujuan pihak lain? Dan jika mereka tidak menyetujui pendapat kita maka
kita merasa tidak berharga?
· Dorongan
untuk terburu-buru: Apakah kita melakukan segala sesuatunya dengan sangat cepat
dan berusaha untuk melakukan hal lain pada waktu yang diberikan?
· Dorongan
untuk berusaha keras: Apakah kita mengambil tanggung jawab dan beban melebihi
kemampuan kita?
b. Penegasan atau penguatan yang kokoh
Ide
dibalik pesan ini adalah cara kita berbicara terhadap diri sendiri mempengaruhi
cara kita berpikir tentang diri sendiri (Cottle, 2003). Jika kita berbicara
positif tentang diri sendiri, kita akan merasa positif tentang diri
sendiri. Self-affirmations sebagai berikut sangat disarankan:
· Saya
adalah orang yang berharga
· Saya
bertanggung jawab dan dapat diandalkan
· Saya
mampu mencintai dan dicintai sepenuh hati
· Saya
pantas menerima kebaikan-kebaikan.
· Saya
dapat memaafkan diri sendiri untuk kesalahan-kesalahan yang saya lakukan.
c. Melihat orang yang lebih berkualitas
Carl
Rogers (1970) menggarmbarkan perbedaan antara orang tidak baik dan orang yang
penuh kasih sayang. Orang tidak baik mengkritisi dan mencari kesalahan pada
semua hal. Kita akan mengerti seiring berjalannya waktu, bergaul dengan
orang-orang seperti ini hanya akan menambah pandangan negatif terhadap diri
sendiri. Saat itu terjadi, self-esteem kita akan hilang. Orang yang
penuh kasih sayang adalah orang-orang yang positif. Mereka optimis, mereka
menghargai kita dan mereka membuat an kita da merasa nyaman terhadap diri
sendiri. Disini, kita akan merasa bahwa dengan penghargaan
dan optimism yang mereka berikan akan berdampak pada
peningkatan self-esteem kita.
d. Bekerja pada bidang yang akan menghasilkan
kesuksesan
Beberapa
orang menginginkan kegagalan, atau setidaknya terlihat seperti itu. Seringnya
mereka memilik tugas yang akan berakhir dengan kegagalan. Bisa saja, tugas itu
terlalu berat atau sulit. Dalam keadaan lain, tugas-tugas tersebut mustahil
untuk dilakukan. Strategi yang menguntungkan dalam hal ini adalah selektif
dalam memilih tugas yang akan menghasilkan kesuksesan. Setiap sukses membantu
meningkatkan self-esteem. Setiap kesuksesan mendorong hadirnya kesuksesan
lain.
Comments
Post a Comment