Identitas dalam Kompleksitas dan Identitas, Representasi, Politik

Identitas dalam Kompleksitas dan
Identitas, Representasi, Politik

Tugas Sosiologi Komunikasi


Di susun Oleh :
Monalisa Sima S                     (14030111130038)
Yuliantika Hapsari                  (14030111130039)
Mar’atul Hanifah                    (14030111130040)
Vitri Juniati                             (14030111130041)
Kholita Putri A                       (14030111130044)



PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012

 
Konsep Identitas
            Identitas dapat diketahui melalui pandangan orang lain terhadap kita, seperti saat masih kecil, kita belum mengerti bahwa kita adalah laki-laki atau perempuan, namun orang tua, dokter, dan orang-orang di sekitar kita sudah mengetahui.
            Media membantu seseorang untuk mengidentifikasi dirinya. Media di sini juga berfungsi bersama dengan orang tua, sekolah dan otoritas lainnya. Pada usia dini, setiap individu dapat mengetahui di negara mana mereka tinggal serta orang yang berada dalam suatu negara memiliki satu kesamaan yang membedakan mereka dari orang-orang dari negara lain. Orang bisa mengatakan, saat itu, bahwa media membantu lembaga-lembaga sosial lainnya dalam memberitahu kita apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan, apa artinya datang dari Los Angeles atau Bournemouth, apa artinya menjadi orang Amerika atau Perancis atau Inggris, apa artinya menjadi hitam atau putih, untuk menjadi seorang anak atau mahasiswa dan sebagainya.
            Identitas pribadi sebagai jawaban atas pertanyaan ‘who am i ?’ Kemudian bertanya tentang apa yang unik dari diri kita sendiri, apa yang membedakan kita dengan orang lain, apa yang menjadi pengalaman kita, emosi dan suasana hati, dan untuk berbagi dengan orang lain tidak selalu mudah. Seperti yang telah dialami banyak orang, tidak sedikit yang dapat menjawabnya dengan cara yang benar-benar memuaskan.

Identitas dalam Kompleksitas
            Sebagian besar dari identitas kita bukan pilihan kita sendiri. Seperti yang kita ketahui, kita tidak dapat memilih orang tua, atau memilih latar belakang kelas sosial, rasa tau gender. Selain itu, banyak pilihan yang paling penting kita lakukan dalam hal pendidikan tinggi, seperti untuk mengkondisikan latar belakang kita, dengan demikian juga akan mempengaruhi sikap kita terkait pendidikan, lifestyles  dan sebagainya. Pada akhirnya adalah mengangkat derajat cukup tinggi dari konsistensi dalam identitas sosial dan personal.
            Orang modern lebih bebas memilih mereka ingin menjadi siapa  daripada orang-orang di pra-modern, masyarakat tradisional. Orang modern lebih dinamis, baik secara sosial dan geografis, seringkali jauh dari mana pun kita mulai keluar, kita lebih sering mengubah pekerjaan dan profesi: kita lebih sering berubah pasangan dan mitra, dan sebagainya.
Media secara signifikan berkontribusi terhadap identitas pribadi kita tambal sulam: bahkan bisa dikatakan bahwa mereka dapat memberikan dasar untuk ketahanan terhadap tekanan dari kekuatan yang lebih suka memiliki kita menjadi benar-benar identik dengan hanya salah satu kotak kain perca. Beberapa media mungkin ingin kita memikirkan diri kita sendiri, dalam konteks nasional: mereka mungkin ingin kita menjadi pria sejati di atas semua: atau mereka mungkin bersikeras kita harus tampil muda dan trendi. Media benar-benar dapat menawarkan sedikit keseimbangan di sini. Dengan kata lain, seseorang tidak memahami peran media dalam pembentukan identitas jika orang berpikir itu sebagai langsung, pengaruh bawah sadar sehingga identitas kita menjadi efek sederhana dari apa yang media telah disajikan kepada kita. Aspek sadar dari hubungan kita dengan media hampir seperti kebiasaan, yang kita biasanya tidak berhenti untuk berpikir mengenai hal tersebut. Kita juga tidak memiliki kontrol pribadi atas apa disajikan media kepada kita. Pada saat yang sama, penting bahwa kita juga berpikir dan mengevaluasi, baik ketika memilih produk media dan bila menggunakan mereka.

Identitas, Representasi, Politik

Persembahan media yang banyak dan beragam, tidak menjamin bahwa mereka mencerminkan dan mempertahankan semua identitas kelompok yang ada di masyarakat. Itulah sebabnya ada perjuangan politik atas hak dan bentuk representasi di media. 'Representasi' dan 'bentuk-bentuk representasi' yang dimaksud di sini adalah deskripsi fenomena tentang teks, gambar atau suara. ‘Beberapa cara' di sini menunjuk pada aspek penting, yaitu bahwa 'tanda adalah sesuatu yang berdiri untuk mewakili sesuatu' (Jensen, 1995). Seperti media yang seringkali memberitakan kisah tragis yang menimpa para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang sarat akan pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan, dll. Sedangkan mereka sangat jarang menyorot TKW yang sukses di negeri orang.
Hal ini juga relevan dengan dimana fungsi duta besar, pertahanan pengacara, dll itu disebut. Orang-orang tertentu, seperti presiden, raja, ratu atau atlet top, sering digunakan untuk mewakili negara mereka saat tampil di luar negeri, dan dalam surat kabar dan penyiaran terkadang ada wawancara dengan perwakilan dari nelayan atau orang tua dari anak-anak kecil. Semua perwakilan tersebut dapat dilihat berdasarkan fungsi, serta baik atau buruknya mereka dalam cara mewakili kelompok besar atau kecil.
Perempuan, pekerja, ras minoritas, etnis dan bahasa, gay, kapitalis, atau dalam hal ini, orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk seni modern di berbagai negara, pada waktu yang berbeda, mengeluh bahwa mereka tidak cukup terwakili secara langsung oleh media. Mereka juga mengajukan kritik tajam dari cara-cara di mana mereka diwakili, yang sering menimbulkan debat publik. Analisis Akademik teks sastra, acara TV, film, dan sebagainya juga sering berorientasi pada isu representasi. Sebuah diskusi tentang bagaimana selebriti atau acara TV tentu akan juga sangat sering melibatkan masalah tentang siapa atau apa 'kita', atau seharusnya (yaitu, mereka menjadi berdiskusi identitas, masalah yang sangat pribadi). Seperti seorang selebriti yang menjelek-jelekkan orang lain yang berpacaran dengan seorang janda. Sebenarnya hal itu tidak hanya menyakiti pasangan yang terlibat, namun juga orang-orang yang memiliki status yang sama. Perdebatan seperti itu sering memberikan contoh pentingnya media dalam permainan dan konflik di sekitar kita. Jika seseorang terlihat bertindak di tempat kita, kita cenderung berpikir bahwa mereka harus berperilaku yang sepantasnya.
Di beberapa negara, etnis dan bahasa minoritas tertentu telah diberikan program siaran yang dominan, saluran nasional dalam bahasa minoritas mereka. Motivasi utama untuk siaran nasional dalam bahasa minoritas berkaitan dengan  pemberian pengakuan simbolis dari minoritas yang bersangkutan sebagai warga negara atas dasar persamaan dengan penduduk mayoritas. Program yang ada sebagai representasi dari kaum minoritas yang bersangkutan, dan untuk mengingatkan mayoritas bahwa tidak hanya mereka kelompok etnis atau bahasa dengan legitimasi penuh. Masalah di sini adalah bagaimana jika jaringan TV nasional mulai menyiarkan satu jam setiap hari dalam bahasa daerah minoritas, mungkin dengan teks bahasa nasional, saat prime-time. Program tersebut akan sangat membuat marah sejumlah minoritas lainnya, yang telah berjuang selama beberapa dekade untuk mendapatkan representasi yang lebih banyak dan lebih baik di televisi.
Representasi dipandang penting secara sosial, bahwa kebebasan berekspresi telah dibatasi oleh hukum di banyak negara, untuk mengatur bagaimana kelompok-kelompok tertentu dibicarakan di depan umum (terutama di media). Mungkin, misalnya, dilarang untuk menggambarkan perempuan dengan cara diskriminatif tertentu dalam iklan, atau untuk menggambarkan atau berbicara tentang orang dengan cara menghina berdasarkan ras, agama, etnis atau preferensi seksual.
Baik orang boston, Liverpool, texas, penggemar sepak bola, tukang pipa, atau professor dalam kelompok, memiliki sejenis perlindungan yang sah terhadap gambaran ketidakadilan dan kebencian dalam media. Mengapa tidak? Seseorang dapat membayangkan setidaknya dua alasan utama. Pertama, seseorang yang termasuk dalam kelompok demikian biasanya dianggap unsur yang kurang penting dalam identitas individu. Keimanan seseorang mungkin juga diperlakukan dalam hukum sebagai sesuatu yang seseorang tidak dapat bebas memilih, dan sebagai sesuatu yang biasanya pribadi dan mendasar pada identitas tiap orang.
Tetapi faktanya, keyakinan agama lebih dijaga daripada identitas professional yang mungkin harus dilakukan, dengan alasan kedua mengapa beberapa kelompok dilindungi dan yang lain tidak ?’ Kelompok yang biasanya dilihat besar atau kuat secara sosial tidak akan dihormati sebagaimana dalam kebutuhan perlindungan. Professor lesbian tidak akan tersakiti oleh program yang menyatakan penghinaan bagi professor, tetapi mungkin akan lebih disakiti oleh perkataan atau program yang mengacu pada wanita, lesbian, dan orang berkulit hitam Afrika dalam cara yang merendahkan atau membenci secara terang-terangan.
Tidak sepantasnya kita memberikan lelucon yang kasar tentang orang yang tinggal di suatu kota atau Negara, karena kita juga tahu bahwa ada beberapa orang baik diantara mereka (setidaknya dua atau tiga). Misalnya, orang Inggris menceritakan lelucon tentang orang Irlandia, sedangkan orang Irlandia menceritakan tentang orang dari Negara Gabus, sedangkan orang dari Negara Gabus menceritakan lelucon tentang Dubliner. Orang Swedia dan Norwegia menceritakan jenis lelucon tentang satu sama lain yang juga memberitahu tentang orang Polandia di USA. Kebanyakan dari lelucon itu tidak begitu berbahaya, tetapi menurut pengalaman yang telah terjadi, humor dapat menjadi senjata yang tidak menyenangkan.












Studi Kasus
            Media membantu sesorang untuk mengidentifikasi dirinya. Bahwa identitas dapat diketahui melalui pandangan orang lain, orang –orang disekitar kita, kelompok yang kita ikuti , dan sebagainya. Media menjadi salah satu bagian dari “sekeliling” kita yang juga membentuk identitas kita sebagai seorang individu. Media mengkonstruksi identitas khalayaknya. Ketika berbagai iklan produk kecantikan menggunakan model iklan dengan kriteria tertentu seperti langsing, putih, tinggi, berambut panjang, maka media mengkonstruksi makna cantik. Media membentuk identitas seorang perempuan. Identitas yang dimiliki seorang perempuan adalah seperti apa yang ditunjukan oleh media. Tidak sebatas itu, konstruksi sosial atas realitas dilakukan oleh media dalam berbagai bentuk yang pada akhirnya terus membangun identitas-identitas tertentu pada khalayaknya. Berikut contoh pengaruh media pada kompleksitas identitas:
            Telah disebutkan sebelumnya bahwa di masa sekarang, orang lebih dinamis baik secara sosial maupun geografis. Oleh karena itu, maka sangat mungkin ketika seorang individu memiliki identitas yang kompleks. Pada keadaaan itu, sesungguhnya media secara signifikan turut berkonstribusi pada pembentukan identitas pribadi.
            Seorang  mahasiswa misalnya, melakukan aksi sosial pengumpulan dana untuk korban di  jalur Gaza. Terlepas dari motivasi kemanusiaan, secara tidak langsung kita “membela” rakyat Palestina dari Israel dan sekutunya, Amerika. Namun di sisi lain, saat akhir pekan kita pergi ke bioskop untuk menonton film-film Hollywood makan siang di KFC atau Mc.Donalds, bangga memakai sepatu merek “Nike” dan gadget pabrikan Amerika, dan sebagainya. Elemen mengenai aksi sosial yang telah dilakukan ini lah yang kemudian membentuk kompleksitas identitas dari diri mahasiswa tersebut. Walaupun realitanya, setiap diri masing-masing individu pasti memiliki identitas yang kompleks.
            Dari kasus diatas, sesungguhnya potongan-potongan identitas tersebut merupakan hasil kontribusi media. Munculnya rasa empati yang kemudian mendorong orang untuk melakukan aksi sosial bagi korban di jalur Gaza, karena media menerpa kita dengan berita-berita mengenai hal tersebut terus menerus. Padahal jika membahas masalah mengenai membantu orang-orang yang kesulitan, aksi sosial, tidak perlu jauh-jauh tentang Palestina, disekitar kita pun juga banyak orang yang membutuhkan. Namun demikianlah adanya, karena media sangat gencar memberitakan mengenai hal tersebut. Bagaimana kemudian kita juga “menikmati” produk-produk Amerika, sebagai wujud dari potongan identitas kita yang lain, maka sesungguhnya itu pun juga sebagai akibat dari konstruksi media. Betapa gencarnya iklan mengenai hal-hal tersebut, yang pada akhirnya berdampak secara afektif yang kemudian terwujud pada perilaku kita.


Kesimpulan
            Pada akhirnya, tidak bisa dipungkiri  bahwa betapa signifikan kontribusi media dalam membentuk identitas diri seseorang. Media membentuk “potongan-potongan” identitas dari individu yang kemudian berdampak pada kompleksnya identitas yang dimiliki oleh seorang individu. Yang terpenting adalah, bagaimana individu mampu berfikir dan mengevaluasi atas apa yang disampaikan media bagi dirinya sendiri tentu. Karena jelas media akan selalu hadir di kehidupan kita dan mempengaruhi bagaimana diri kita, baik secara sadar atau tidak ketika kita menerima pesan dari media tersebut.



Comments

Popular posts from this blog

KESANTUNAN DALAM BAHASA INDONESIA

Omzet Wirausaha Mahasiswa UNDIP Capai 45 juta perbulan

TEORI PENSTRUKTURAN ADAPTIF