Tugas Akhir Sosiologi Komunikasi (Identitas dalam Kompleksitas)
IKLAN
KECANTIKAN MENGUBAH IDENTITAS
(Identitas
dalam Kompleksitas)
Tugas Akhir
Sosiologi Komunikasi
Di susun Oleh :
Mar’atul Hanifah
(14030111130040)
PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012
PENDAHULUAN
Dari semua media massa
yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Selain
berfungsi untuk memberi informasi, mendidik, dan menghibur, televisi juga
memiliki aspek persuasif atau membujuk yang tinggi. Berkat kelebihannya berupa
gambar bergerak dan suara, televisi mampu menarik perhatian orang banyak.
Tak
kalah dengan sinetron maupun film-film yang ada dalam televisi, justru iklan
selalu menjadi perbincangan hangat bersama seluruh konstruksi-konstruksi yang
diciptakannya, seperti konstruksi iklan pada kata status sosial maupun
kecantikan. Sadar atau tidak, masyarakat sering terpengaruh oleh iklan-iklan
kecantikan. Entah dengan membeli produk yang diiklankan oleh artis cantik,
hingga rela mengeluarkan biaya lebih besar agar menjadi mirip dengan artis
dalam iklan tersebut. Karena jika disadari oleh penontonnya, iklan bukan hanya
memberikan persuasi penonton agar membeli produk yang ditawarkan, namun juga
seolah menyarankan penonton untuk berbadan tinggi, berkulit putih, berambut
panjang, dan sebagainya seperti model yang digunakan oleh iklan produk
tersebut. Namun kategori-kategori kecantikan dalam iklan belum tentu
menjelaskan arti dari kata ‘cantik’ yang sesungguhnya, karena iklan kecantikan
menyuguhkan sebuah mitos kecantikan yang mampu membuat banyak orang terpengaruh
dan melegalkan segala cara untuk menjadi ‘cantik’, seperti halnya melegalkan
operasi plastik yang justru mampu membuang identitas seseorang yang sebenarnya.
Dr Vivian Diller, psikolog dari AS mengatakan,
setelah operasi plastik yang mengubah banyak penampilan seseorang, tak sedikit
pasien yang akhirnya menyadari ketidaksempurnaan mereka justru adalah bagian
dari identitas diri. Bentuk wajah
atau sisi unik itu justru bisa menjadi ciri seseorang. Begitu selesai operasi,
banyak pasien yang merasa tidak bisa terhubung dengan dirinya sendiri. Karena saat melihat paras berbeda yang
ada di cermin, ada rasa bahwa itu bukan dirinya yang dulu. Sebuah pribadi baru
yang tak ia kenal.
Dr. Z. Paul Lorenc, pengarang A Little Work: Behind the Doors of
a Park Avenue Plastic Surgeon mengatakan, kebanyakan pasien operasi plastik
mengharap operasi plastik bisa membuat anggota tubuh mereka mirip pemain film
atau model tertentu, seperti model-model iklan kecantikan. Hal ini, menurut Lorenc, patut
diwaspadai, karena artinya pasien mencoba menjadi orang lain. Menjadi segambar
dengan orang yang ia idolakan. Karena dalam bayangan si pasien, orang yang ia
coba tiru anggota badannya itu memiliki hidup yang bebas masalah dan memiliki
hidup yang sempurna. "Dalam
pikiran pasien-pasien ini, tokoh yang ingin ditiru ini memiliki identitas diri
yang sempurna," lanjutnya.
Victoria Pitts-Taylor, sosiolog dan pengarang
buku Surgery Junkies: Wellness
and Pathology in Cosmetic Culture mengatakan,
perubahan penampilan seseorang yang drastis melalui operasi plastik bisa jadi
sangat radikal dan dampak psikologinya tak mudah untuk diperkirakan. Perubahan perlahan per waktu, seperti
yang dilakukan Megan Fox akan lebih mudah untuk dihadapi pasien. Cara seseorang menilai diri terbentuk
sejak masa remaja. Karenanya, perubahan fisik, besar maupun kecil akan butuh
penyesuaian mental. Begitu perubahannya besar dalam waktu singkat, maka
penyesuaiannya akan butuh waktu lama. Meski
selama ini janjinya operasi plastik akan memberi hasil akhir indah untuk
penilaian diri dan membuat pasien merasa cantik, tetapi bisa juga memberi hasil
akhir yang kebalikannya.
Oleh karena itu, peneliti
mengambil tema mengenai operasi plastik, pengubah identitas sebagai dampak dari
iklan-iklan kecantikan di televisi. Karena banyaknya korban-korban dari iklan
kecantikan yang rela mengubah identitas diri mereka sendiri demi menjadi cantik
seperti model iklan kecantikan.
PEMBAHASAN
A.
Kerangka Teori
a.
Iklan
AMA (American Marketing Association) mendefinisikan
iklan sebagai any paid form of non personal presentation and promotion of
ideas, goods, or services by an identified sponsor (dalam Kasali, 1992:10).
Pesan yang disampaikan dalam iklan umumnya adalah pesan-pesan yang berbentuk promosi
dan bersifat membujuk atau merayu orang agar mau membeli atau menggunakan
produk. Seperti yang dikatakan oleh Frank Jefkins, “ advertising aims to
persuade people to buy” (dalam Kasali, 1992:10).
b.
Identitas
Identitas
dapat diketahui melalui pandangan orang lain terhadap kita, namun terkadang media
mampu membantu seseorang untuk mengidentifikasi dirinya. Media di sini juga
berfungsi seperti orang tua, sekolah dan lingkungan. Orang yang berada dalam
suatu negara memiliki satu kesamaan yang membedakan mereka dari masyarakat
negara lain. Orang bisa mengatakan bahwa media membantu lembaga-lembaga sosial
lainnya dalam memberitahu kita apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan,
apa artinya datang dari Los Angeles atau Bournemouth, apa artinya menjadi orang
Amerika atau Perancis atau Inggris, apa artinya menjadi hitam atau putih, untuk
menjadi seorang anak atau mahasiswa dan sebagainya.
Identitas pribadi sebagai jawaban atas
pertanyaan ‘who am i ?’ Kemudian bertanya tentang apa yang unik dari diri kita
sendiri, apa yang membedakan kita dengan orang lain, apa yang menjadi emosi dan
suasana hati kita, dan sebagainya. Seperti yang telah dialami banyak orang,
tidak sedikit orang yang dapat menjawabnya dengan benar.
c.
Identitas dalam Kompleksitas
Sebagian besar dari identitas kita bukan merupakan pilihan
kita sendiri. Seperti yang kita ketahui, kita tidak dapat memilih orang tua,
latar belakang, kelas sosial atau gender. Selain itu, banyak pilihan yang
paling penting kita lakukan dalam hal pendidikan tinggi, seperti untuk
mengkondisikan latar belakang kita, dengan demikian juga akan mempengaruhi
sikap kita terkait pendidikan, lifestyle dan sebagainya. Pada
akhirnya hal itu akan mengangkat derajat identitas sosial dan personal
kita cukup tinggi.
Orang
modern lebih bebas memilih mereka ingin menjadi siapa daripada orang-orang di
pra-modern atau masyarakat tradisional. Orang modern lebih dinamis, baik secara
sosial dan geografis, seringkali kita lebih sering mengubah pekerjaan dan
profesi, pasangan dan mitra, dan sebagainya.
Media
secara signifikan berkontribusi terhadap identitas pribadi kita, bahkan bisa
dikatakan bahwa mereka dapat memberikan dasar untuk kita menjadi identik dengan
suatu hal. Beberapa media mungkin ingin kita memikirkan tentang diri kita
sendiri, dalam konteks nasional, mereka mungkin ingin kita menjadi pria sejati
di atas segalanya, atau mereka mungkin bersikeras kita harus tampil muda dan
trendi. Media benar-benar dapat menawarkan sedikit keseimbangan di sini. Dengan
kata lain, seseorang tidak memahami secara langsung peran media dalam
pembentukan identitas mereka, pengaruh bawah sadar dari identitas kita menjadi
efek sederhana dari apa yang telah disajikan media kepada kita. Aspek sadar
dari hubungan kita dengan media hampir seperti kebiasaan, yang kita biasanya
tidak berhenti untuk berpikir mengenai hal tersebut. Kita juga tidak memiliki
kontrol pribadi atas apa yang disajikan media kepada kita. Pada saat yang sama,
penting bahwa kita juga berpikir dan mengevaluasi, baik ketika memilih maupun
menggunakan suatu media.
B.
Studi Kasus
Sukses
melejit berkat lagunya yang berjudul Butiran Debu, Rumor atau pria tampan yang
memiliki nama asli Rija Abbas ini sedang mendapatkan masalah mengenai pengakuan
Farhat Abbas, "Dia itu dulu ngaku banyak diledek karena mau jadi artis kok
wajahnya jelek. Dia pengen wajahnya kayak penyanyi Korea. Dengan biaya kami,
supaya dia jadi cakep itu operasi hidung dan telinga. Telinganya dikecilin
karena besar kayak kelinci."
Meskipun
awalnya Rija Abbas tidak mau mengakuinya, namun dengan jawabannya yang berubah-ubah
kepada wartawan, pernyataan Farhat Abbas mulai terlihat kebenarannya. "Saya
nggak operasi plastik. Saya memang pernah operasi hidung tapi bukan memperbagus
melainkan karena sakit sinus," ujar Rija dulu. "Waktu itu hidung saya
bengkok jadi dirapikan, operasi dilakukan karena faktor kesehatan. Saya
tegaskan operasi hanya di hidung, tidak ada bagian lain," tuturnya kini.
Dengan
pernyataan-pernyataan tersebut, membuktikan bahwa tidak hanya masyarakat biasa
saja yang melakukan operasi plastik demi kecantikan atau ketampanannya, namun
faktanya banyak artis yang telah mengubah fisiknya seperti artis-artis lain
yang menurutnya lebih cantik atau tampan. Tentu saja berkat mitos kecantikan
dan ketampanan yang telah dihadirkan oleh media iklan televisi.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mitos
kecantikan dan ketampanan yang dikonstruksikan oleh media iklan di televisi
sangat gencar disebarkan, meski tidak secara langsung, namun justru itulah yang
memancing alam bawah sadar manusia untuk menjadi cantik atau tampan sesuai
mitos yang berlaku, termasuk dengan melegalkan operasi plastik. Faktanya,
setelah melakukan operasi plastik, tak sedikit orang yang mulai terganggu
psikologisnya, mulai dari perasaan takut atau malu jika ketahuan pada orang
banyak bahwa kecantikan atau ketampanannya tidak alami, takut image nya
menurun, hingga merasa asing dengan wajahnya yang baru.
B.
Saran
Seharusnya
model-model dalam iklan kecantikan tidak selalu wanita yang berbadan tinggi,
berkulit putih, berambut panjang, dan konstruksi-konstruksi lainnya. Pembuat
iklan harus bisa mengambil sampel dari masing-masing perbedaan fisik yang ada
pada wanita.
Daftar Pustaka
Jostein
Gripsurd, 2002. Understanding Media
Culture, published in Great Britain by Arnold, a member of the Hodder
Headline Group. London.
JIK-Vo2-No1-2005_4.pdf
http://www.scribd.com/doc/38760677/Bentuk-bentuk-Media-Massa
Comments
Post a Comment