UAS Sosiologi Komunikasi
PENGGALANGAN DANA TERORISME
VIA INTERNET
UAS Sosiologi
Komunikasi
Di susun Oleh :
Mar’atul Hanifah
(14030111130040)
PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012
LATAR
BELAKANG
Kemajuan teknologi yang diikuti dengan munculnya
perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan tersebut
dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola
perikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang interaksi sosial dan
lain sebagainya.
Kemajuan teknologi informasi khususnya media
internet, membuat beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan
seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan
rekening, penipuan, hingga tindak pidana terorisme. Selama ini, banyak
informasi yang diperoleh perihal banyaknya tindak pidana terorisme dengan
mempergunakan internet sebagai alat bantunya. Seperti seorang hacker yang
merusak situs
BCA dengan melahirkan lima situs ‘plesetan’ yang mirip situs aslinya (typosite).
Selain itu untuk membuat rencana,
menggalang dana seperti saat bom bali kedua, perekutan anggota yang memiliki
potensi-potensi khusus, menyebarkan idealisme terorisme, sehingga banyak sekali
yang melencengkan pengertian tentang jihad, melakukan pelatihan jarak jauh,
seperti beberapa video di YouTube yang mengajarkan bagaimana membuat bom, bahkan
beberapa aksi mereka pun kerap diungguh melalui blog atau situs. Fakta lain
mengenai terorisme dan internet adalah
saat insiden ledakan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Kepunton, Solo, Minggu (25/9), muncul dugaan bahwa pelaku sempat menggunakan
internet di warnet Solonet sebelum melancarkan aksinya. Menurut pengakuan
pemilik warnet itu, pelaku bom bunuh diri mengakses situs tertentu yang berisi
artikel dan video tentang mati syahid (Kompas, 26/9).
Pengalaman pahit Indonesia sebagai suatu bangsa yang
berkali-kali mengalami serangan bom seharusnya mengajarkan kita untuk selalu
waspada terhadap aksi terorisme. Kewaspadaan tersebut tidak hanya diberikan
terhadap aksi peledakan bom, tetapi juga kepada bentuk terorisme lainnya yaitu
aksi kejahatan terorisme dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
atau yang biasa dikenal dengan cyber
terrorism.
Di Indonesia, belum ada kasus yang menonjol mengenai
cyber terrorism, namun tidak menutup
kemungkinan hal tersebut terjadi. Dengan berkembangnya infrastruktur vital
berbasis komputerisasi seperti sistem perbankan, e-commerce, e-government dan
lain-lain maka potensi kejahatan terorisme dengan difasilitasi teknologi
informasi sangat rentan terjadi di Indonesia. Indikasi ke arah sana sudah
terjadi. Sebagai contoh, dari laptop milik Imam Samudra yang disita penyidik,
dapat diketahui adanya hubungan yang kuat antara aksi terorisme dengan tindak
pidana berbasis teknologi informasi. Internet dijadikan sarana komunikasi,
propaganda, serta carding untuk memperoleh dana bagi pembiayaan aksi teror.
Terkait dengan penggalangan dana, RG adalah salah
satunya. Tersangka terorisme insiden bom di Gereja Bethel Injil Jebres, Solo
pada 3 Mei 2012 ini diketahui melakukan upaya penggalangan dana dengan cara
melakukan pencurian melalui internet. Tidak tanggung-tanggung, RG diduga
berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp5,9 miliar. Uang itu digunakan untuk
kepentingan pribadi hingga dana operasional pemboman. RG sangat lihai dalam
memanfaatkan internet, karena ia adalah lulusan sebuah perguruan tinggi yang
khusus mempelajari dunia teknologi informasi. RG meretas situs multi level
marketing. Salah satunya adalah ‘www.speedlineinc.com’ yang bergerak pada penjualan mata uang asing
atau forex. RG mendapatkan dana hasil meretas situs tersebut sebesar Rp625 juta.
RG juga menyokong dana sebesar Rp200 juta untuk pembelian senjata kepada
kelompok teroris, serta memberikan dukungan pelatihan di Poso.
Selain kasus tersebut, masih banyak lagi
teroris-teroris yang menggalang dana untuk kegiatan-kegiatannya melalui
internet. Oleh karena itu, penulis mengambil judul ‘Penggalangan
Dana Terorisme Via Internet’. Agar tidak semakin banyak korban-korban penipuan
melalui internet, serta untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
kasus teroris yang sering terjadi di Indonesia.
PERMASALAHAN
1.
Apakah yang
dimaksud internet ?
2.
Apakah yang
dimaksud terorisme ?
3.
Kegiatan apa
sajakah yang dilakukan oleh teroris ?
4.
Bagaimana cara
teroris dalam menggalang dana ?
5.
Untuk apa
penggalangan dana oleh teroris dilakukan ?
6.
Mengapa teroris
dapat menggalang dana melalui internet ?
PEMBAHASAN
A.
Kerangka Teori
a.
Internet
Internet adalah singkatan dari Interconnected Network.
jaringan komputer terbesar yang ada di dunia pada saat ini. Internet adalah
istilah yang diberikan untuk memberi nama jaringan komputer tersebut. Dengan
adanya internet maka sebuah komputer lain di mana pun berada asal memiliki
fasilitas internet. Kita dapat bertukar informasi, seperti bertukar file,
berbincang-bincang dengan mengirimkan email ataupun langsung dengan IRC.
Internet mampu membuat pekerjaan kita menjadi lebih
mudah dan efisien. Segala informasi bisa dengan mudah didapat melalui internet.
Dengan adanya internet, perbedaan jarak tidak lagi menjadi hambatan dalam
melakukan komunikasi.
b.
Terorisme
Terorisme
mempunyai kesamaan yaitu penggunaan kekerasan. Terorisme adalah kekerasan
terorganisasi, menempatkan kekerasan sebagai kesadaran, metode berpikir
sekaligus alat pencapaian tujuan.
Kegiatan
terorisme mempunyai beberapa ciri utama, yakni menggunakan cara kekerasan dan
ancaman untuk menciptakan ketakutan publik, targetnya ditujukan kepada negara,
masyarakat atau individu atau masyarakat tertentu bahkan orang-orang yang tak
bersalah, melakukan kekerasan dengan maksud untuk menarik perhatian dan
mendapat dukungan atas tuntutan mereka.
Sedangkan
menurut Loudewijk F. Paulus, karakteristik terorisme dapat ditinjau dari 4
macam pengelompokan yaitu :
1. Karakteristik organisasi yang
meliputi organisasi, rekruitmen, pendanaan dan hubungan internasional.
2. Karakteristik operasi yang meliputi
perencanaan, waktu, taktik dan kolusi.
3. Karakteristik perilaku yang meliputi
motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah
hidup-hidup.
4. Karakteristik sumber daya yang
meliputi latihan, kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi,
persenjataan, perlengkapan dan transportasi.
Teroris-teroris modern
membutuhkan dana untuk membiayai operasi-operasi mereka, tidak seperti teroris
abad ke-19 yang dapat berjalan relatif tanpa uang. Uang tersebut didapatkan
dari orang-orang kaya yang mendukung mereka di dalam negeri maupun luar negeri,
merampok bank, atau bantuan dari pemeritah asing yang mendukung
kelompok-kelompok teroris melawan musuh bersama. Beberapa kelompok teroris
memalsukan uang, yang lainnya terlibat dalam penculikan dan pemerasan, termasuk
uang keamanan.
c.
Contoh Kasus
"MLM 'kan sistemnya orang jadi member (anggota).
Kemudian mereka cari orang lain untuk member (berikutnya). Jika dapat yang
baru, mereka dapat credit point. Nah, itulah yang dihacker oleh
mereka," kata Ansyaad Mbai kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan,
Kamis (21/06) melalui telepon.
Hal ini ditegaskan Ansyaad Mbai menyusul penyitaan
aset senilai Rp8 miliar yang diduga milik jaringan terorisme di Medan, Sumatra
Utara, serta penangkapan sedikitnya lima orang tersangka teroris di Medan,
Sumatra Utara, Rabu (20/06).
"(Melalui) dana itulah yang mereka belikan aset
di Medan," kata Ansyaad. "(Sehingga) mereka mencari sendiri
dananya." Sejumlah laporan sebelumnya menyebutkan, aparat Densus 88 Mabes
Polri telah menyita aset berupa bangunan rumah toko (ruko), sejumlah kendaraan
bermotor serta dana segar, Rabu (20/06) kemarin, yang berlanjut pada Kamis
(21/06).
Modus penggalangan dana untuk kegiatan terorisme ini
terungkap setelah aparat menangkap lima orang tersangka teroris tersebut. "Setelah
ditangkap, ditemukanlah aset properti mereka," ungkap Ansyaad.
Ahli
IT
Informasi dari
kepolisian menyebutkan, salah-seorang yang ditangkap diketahui sebagai ahli
piranti teknologi informasi (IT). Penggalangan
dana dengan sistem berjenjang melalui internet, bukanlah modus baru di dalam
jaringan terorisme. Tetapi, lanjutnya, temuan terakhir ini menjadi penting
karena nilai asetnya besar.
"Yang kelihatan
besar ya (kelompok) ini," tegasnya, menanggapi nilai aset tersangka
jaringan teroris yang ditaksir mencapai Rp8 miliar. Lebih lanjut Ansyaad mengatakan, para tersangka teroris yang baru
ditangkap tersebut, sebagian merupakan anggota dari jaringan lama. "Ada
(bagian dari jaringan) yang lama, ada (jaringan) baru," ungkapnya, tanpa
bersedia menjelaskan lebih lanjut.
Untuk mengungkap
jaringan teroris yang lebih luas, lanjutnya, BNPT dan otoritas terkait terus
melakukan monitor serta pengejaran. "Ini kan organisasi rahasia, (gerakan)
di bawah tanah," katanya lagi. Menyinggung
tentang laporan-laporaan yang menyebut bahwa pusat pelatihan tersangka teroris
kini dipindahkan ke wilayah Jawa Timur, NTB dan Sulawesi, Ansyaad tak
membantah. "Dari dulu, tempat latihan itu di beberapa tempat".
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Era kemajuan teknologi informasi ditandai dengan
meningkatnya penggunaan media internet dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Meningkatnya penggunaan internet di satu sisi memberikan banyak kemudahan bagi
manusia dalam melakukan aktivitasnya, di lain sisi memudahkan bagi pihak-pihak
tertentu untuk melakukan tindak pidana. Seperti munculnya bentuk kejahatan yang
sifatnya baru seperti cyber terrorism. Sebagai salah satu bentuk terorisme,
aksi kejahatan ini harus ditanggapi secara sungguh-sungguh sebagai musuh bagi
bangsa Indonesia.
Salah satu aksi kejahatan teroris adalah
penggalangan dana melalui internet, namun bukan dengan cara-cara yang biasa
dilakukan orang. Para teroris menggalang dana dengan menjadi hacker. Banyak
kelompok terorisme yang memiliki setidaknya satu orang yang ahli dalam dunia TI
atau internet. Tak tanggung-tanggung, mereka mampu mendapatkan uang jutaan
bahkan miliaran rupiah melalui cara itu.
B.
Saran
Ketiadaan Undang-Undang yang mengatur masalah cyber
terrorism merupakan salah satu faktor yang memicu maraknya aksi tindak pidana
cyber terrorism. Oleh karena itu, untuk mencegah dan memberantas aksi cyber
terrorism perlu diadakan perubahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Nasional (KUHP) secara menyeluruh maupun parsial dengan menyusun undang-undang
khusus di luar KUHP seperti misalnya undang-undang pemberantasan tindak pidana
terorisme dan undang-undang tentang Teknologi Informasi (Cyber Law).
Sudah waktunya juga pemerintah melakukan berbagai
upaya guna mencegah semakin meningkatnya kejahatan siber (cybercrime) ini,
diantaranya melalui peningkatan kuantitas dan kualitas aparat penegak hukum
yang menguasai teknologi informasi (termasuk internet), meningkatkan sarana
prasarana pendukung bagi penyelidikan dan penyidikan kejahatan siber, serta
segera menyusun undang-undang yang mengatur tentang kejahatan siber. Melalui
upaya-upaya tersebut kemajuan teknologi informasi yang sekarang sedang terjadi
dapat lebih banyak memberikan manfaat daripada mudharat.
Daftar Pustaka
Mansur, Didik M
Arief. 2005. Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung : PT Refika
Aditama.
Hendropriyono,
AM. 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta : Penerbit Kompas.
Rindjin, Ketut.
2004. Etika Bisnis dan Implementasinya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Nalwan,
Agustinus. 1996. Daftar Alamat Internet Dunia. Yogyakarta : ANDI.
Ramadhan, Arief.
2005. Seri Pelajaran Komputer Internet dan Aplikasinya. Jakarta : PT Elex Media
komputindo.
Jenggis, Akhmad
P. 2012. 10 Isu Global di Dunia Islam. Yogyakarta : NFB Publishing.
Comments
Post a Comment