UTS DEONTOLOGIS MEMPRIORITASKAN NIAT, BUKAN HASIL !
DEONTOLOGIS MEMPRIORITASKAN NIAT, BUKAN HASIL !
UTS Etika
Profesi

Di susun Oleh :
Mar’atul
Hanifah
(14030111130040)
No absen : 040
PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LATAR BELAKANG
Dewasa ini,
pelanggaran etika sering terjadi seiring perkembangan teknologi. Tak hanya itu,
bahkan orang-orang semakin terbiasa melanggar norma-norma yang berlaku, dengan
alasan globalisasi. Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan memang tidak terlepas
dari perkembangan filsafat ilmu. Sehingga muncullah ilmuwan-ilmuwan yang disebut
sebagai filosof, yang meyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang dimaksud di sini adalah sistem kebenaran ilmu
sebagai hasil dari berfikir radikal, sistematis dan universal. Oleh karena itu,
filsafat ilmu hadir sebagai upaya menata kembali peran dan fungsi ilmu
pengetahuan sesuai dengan tujuannya, yakni memfokuskan diri terhadap
kebahagiaan bagi sebanyak mungkin manusia.
Ilmu
pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berfikir manusia adalah sarana untuk
meningkatkan kualitas hidupnya dengan menerapkan pengetahuan yang
diperolehnya. Proses penerapan itulah
yang menghasilkan peralatan-peralatan dan berbagai sarana hidup.Namun, pada
hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan tetap didasarkan pada
tiga masalah pokok, yakni, apa yang ingin diketahui, bagaimana cara
memperolehnya, dan bagaimana nilai pengetahuan itu. Masalah yang terakhir ini berkenaan
dengan aksiologi yang mana nilai ilmu tidak lepas dari persoalan perilaku yang
sesuai dengan moralitas.
Meskipun memiliki satu
tujuan yang utuh, namun selalu terdapat perbedaan nilai atau cara yang
digunakan untuk mengetahui baik atau buruknya suatu perilaku. Oleh karena itu,
penulis ingin membahas mengenai teori-teori etika, yang meskipun berperan
penting terhadap ilmu pengetahuan hingga saat ini, teori tersebut tetap
memiliki kelemahan, bahkan mendapat kritikan penting. Seperti teori deontologi
yang memiliki sifat suram dan kaku, karena terpusat pada law and order.
PERMASALAHAN
1.
Apakah yang dimaksud etika ?
2.
Apa sajakah yang termasuk dalam teori
etika ?
3.
Apa yang dimaksud dengan teori
teleologis ?
4.
Apa yang dimaksud dengan teori
deontologis ?
5.
Apa saja kelebihan dan kelemahan dari
aliran atau teori deontologis ?
6.
Apa kritik penting yang ditujukan untuk
teori deontologis ?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika
Pertama,
etika berasal dari kata Yunani ethos,
yang dalam bentuk jamaknya (ta etha)
berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Dalam pengertian ini, etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu
masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan
nilai-nilai, tata cara hidup yag baik, aturan hidup yang baik, dan segala
kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau
dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam
perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.
Yang menarik di
sini, dalam pengertian ini etika justru persis sama dengan pengertian
moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya (mores) berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Jadi, dalam
pengertian pertama ini, yaitu pengertian harfiahnya, etika dan moralitas,
sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia yang telah diinstitusionasisasikan dalam sebuah adat kebiasaan
yang kemuian terwujud dalam pola perilaku yang ajeg dan terulang dalam kurun waktu
yang lama ebagaimana baiknya sebuah kebiasaan.
Kedua,
etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, dan
mengenai masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai
dan norma-norma moral yang umum diterima.
B.
Teori
Etika
a.
Teori
Teleologis
Etika
teleologis, yang berasal dari istilah Yunani telos yang berarti hasil atau tujuan, menyamakan tindakan yang
benar dengan tindakan yang berhasil mencapai tujuan tertentu. Jadi, dari
buahnya, kita itu harus menilai benar atau salahnya suatu tindakan. Kesulitan
yang membelit etika teleologis adalah kecenderungannya yang kuat untuk menempuh
jalan pintas: tujuan menghalalkan segala cara! Itulah misalnya yang diperagakan
Diego Maradona dengan “tangan Tuhan-nya” yang termasyhur!
b.
TeoriDeontologis
Disebut
juga etika kewajiban. Menurut etika deontologis, yang berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban, suatu
tindakan itu dipandang benar bila tindakan itu terjadi sesuai dengan norma
sosial yang berlaku. Berakar pada etika Immanuel Kant (1724-1804) yang mengukur
baik-buruk perbuatan dari motif pelaku tindakan. Perbuatan hanya bisa disebut
baik jika didasari oleh kehendak baik pula.
Etika
deontologis sangatlah menekankan perlunya law
and order dalam kancah kehidupan bermasyarakat secara beradab yang hanya
akan terjadi bila manusia itu memenuhi aturan: aturan Allah, alam, negara, dsb.
Kesulitan yang membelit etika deontologis terletak dalam pengandaiannya
(asumsi) bahwa fakta itu sudahlah selaras dengan cita-cita, bahwa das Sein itu telah identik dengan das Sollen. Akibatnya, etika deontologis
itu sering memberi kesan kaku, legalistis dan konservatif: melestarikan status quo! Misalnya, adalah benar bahwa
manusia itu pada umumnya wajib taat kepada orang tuanya atau patuh pada hukum
negaranya, namun bagaimana bila kebetulan orang tua itu adalah orang tua yang
tirani atau negara itu adalah negara yang Zionistik serta rasialis.
C.
Kelebihan
dan Kelemahan Deontologis
a.
Kelebihan
-
Deontologis menempatkan yang hak menjadi
prioritas atas yang baik, tapi tidak menganggap yang baik dan yang hak itu
berbeda tingkatnya, melainkan keduanya komplementer.
-
Keadilan bukan masalah kebajikan atau
kebaikan, melainkan masalah kewajiban.
b.
Kelemahan
-
Dalam kehidupan sehari-hari ketika
menghadapi situasi yang dilematis, etika deontologis tidak memadai untuk
menjawab pertanyaan bagaimana saya harus bertindak dalam situasi konkret yang
dilematis itu. Ketika ada dua atau lebih kewajiban yang saling bertentangan,
ketika kita harus memilih salah satu sambil melanggar yang lain, etika deontologis
tidak banyak membantu karena hanya mengatakan: bertindaklah sesuai dengan
kewajibanmu.
-
Sebagaimana dikatakan oleh John Stuart
Mill, para penganut etika deontologis sesungguhnya tidak bisa mengelakkan
pentingnya akibat dari suatu tindakan untuk menentukan apakan tindakan itu baik
atau buruk. Para penganut etika deontologis secara diam-diam menutup mata
terhadap pentingnya akibat suatu tindakan supaya bisa memperlihatkan pentingnya
nilai suatu tindakan moral itu sendiri. Kant sendiri tidak mengabaikan
pentingnya akibat suatu tindakan. Hanya saja, ia ingin menekankan pentingnya
kita menghargai tindakan tertentu sebagai bermoral karena nilai tindakan itu
sendiri, dan tidak terlalu terjebak dalam tujuan menghalalkan cara. Lebih dari
itu, Kant ingin menekankan pentingnya hukum moral universal dalam hati kita
masing-masing, sekaligus mencegah subyektivitas kita dalam bertindak secara
moral. Tanpa itu, kita bisa bertindak secara berubah-ubah sesuai dengan
konsekuensi yang ingin kita capai.
D.
Kritik
terhadap Teori Deontologis
a.
Sistem
moral Kant merupakan suatu etika yang suram dan kaku
Diberi kesan
seolah-olah kita berkelakuan baik hanya jika semata-mata melakukan karena
kewajiban, melawan kecenderungan spontan kita. Orang yang tanpa pamrih
membaktikan seluruh tenaganya kepada anak-anak yatim piatu atau anak-anak
cacat, patutlah kita anggap orang yang berkualitas moral tinggi. Tapi menurut
Kant, bertindak karena cinta atau belas kasih berarti bertindak berdasarkan
kecenderungan saja dan karena itu tidak bebas. Memang benar, perbuatan moral
juga. Tapi Kant di sini mempunyai pengertian terlalu sempit tentang kebebasan.
Rupanya ia tidak mengenal kebebasan eksistensial, dan itu bentuk kebebasan yang
justru paling cocok dan berharga bagi bidang moral. Dalam hal otonomi dan
kebebasan, semua emosi tidak boleh disamakan. Dalam tingkah laku yang terhanyut
oleh kemarahan, si pelaku memang bisa tidak bebas dalam arti tidak menentukan
diri. Tetapi tingkah laku yang dijiwai oleh cinta sudah bisa berada pada taraf
kebebasan lebih tinggi.
b.
Perbuatan
belum tentu baik, jika tujuannya atau konsekuensinya baik
“Tujuan
tidak menghalalkan cara” adalah prinsip deontologis yang mudah dapat disetujui.
Namun, sulit juga untuk diterima bahwa tujuan dan konsekuensi bisa diabaikan
begitu saja dalam menilai moralitas perbuatan kita. Tidak bisa disangkal,
kadang-kadang tujuan dan konsekuensi dengan jelas berdampak atas kualitas moral
perbuatan. Andaikan situasi sebagai berikut. Dalam keadaan perang negara kita
diduduki oleh musuh. Saya menyembunyikan di rumah saya seorang teman yang
dicari oleh musuh. Jika ia jatuh dalam tangan mereka pasti ia dibunuh, biarpun
belum pernah ia melakukan tindakan yang melanggar hukum. Pada suatu hari ada
orang ketok pintu rumah saya. Seorang tentara musuh berdiri di situ dan
bertanya apakah di rumah saya ada X (ia sebut nama teman saya). Saya tidak
boleh berbohong, memang, tapi dengan mengatakan kebenaran akan saya celakakan
teman saya yang tidak bersalah sedikit pun. Menurut Kant, dalam kasus seperti
tadi, saya harus mengatakan yang benar. Jika orang lain menjadi korban
kewajiban saya, maka itu bukan tanggung jawab saya. Bukan saya yang
mencelakakan dia.
E. Contoh Kasus
Mendadak nama SMP Perdana Semarang menjadi terkenal,
terkait penolakan terhadap pengawas Ujian Nasional (UN) 2013 dari sekolah lain,
dengan alasan karena 26 guru pengawas tersebut berasal dari SMP Negeri. Tentu
saja hal itu menimbulkan sebuah kecurigaan besar bagi masyarakat. Bagaimana
tidak ? Sekolah yang disebut-sebut tidak termasuk dalam sekolah favorit ini ternyata
telah mendapat peringkat kedua se-Kota Semarang pada nilai UN tahun 2011/2012
lalu, dengan rata-rata 9,21.
Menurut Pengelola Yayasan SMP Perdana Semarang,
Bugiar, pengawasan akan menjadi lebih obyektif apabila pengawasnya tidak hanya
dari guru sekolah negeri, tetapi juga dari sekolah swasta. Ia juga mengaku
bahwa, tidak ada masalah dengan sekolahnya dan UN berjalan dengan aman.
Analisis :
Dalam hal
ini, warga sekolah termasuk guru, kepala sekolah, pengelola yayasan, dan orang
tua telah melakukan apa yang harus mereka lakukan untuk kemajuan SMP Perdana
Semarang tanpa memperdulikan pandangan, bahkan kritikan dari luar. Mereka
menutup sekolah dari pengawas luar untuk mewujudkan keinginan mereka menjadikan
sekolah tersebut yang terbaik. Dengan kata lain, mereka melakukan sesuatu yang
wajib untuk dilakukan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika
deontologis (kata Yunani deon berarti: apa yang harus dilakukan /
kewajiban), memandang suatu sistem etika yang tidak mengukur baik tidaknya
suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-mata berdasarkan maksud
si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Sistem ini juga dapat dikatakan
tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita,
melainkan semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan kita.
B.
Saran
Apa pun yang akan menjadi konsekuensinya, seharusnya
kita tetap mewujudkan niat atas apa yang harus dan baik untuk kita lakukan,
karena ‘tujuan tidak menghalalkan cara’. Bahkan pada akhir hidupnya, Kant
menulis karangan kecil berjudul “Tentang yang disebut hak untuk berbohong
karena cinta pada sesama” (1797). Di situ ia menegaskan bahwa kita wajib mengatakan
kebenaran dalam situasi apa pun juga dan tidak pernah boleh berbohong.
Daftar
Pustaka
Bertens,
K. 1993.
Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Keraf,
A Sonny. 2002. Etika Bisnis (Tuntutan dan
Relevansinya). Yogyakarta: Kanisius.
Keraf,
A. Sonny. 2006. Etika Lingkungan Hidup.
Jakarta: Kompas.
Rasuanto,
Bur. 2005. KEADILAN SOSIAL: Pandangan
Deontologis Rawls dan Habernas, Dua Teori Filsafat Politik Modern. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugiharto,
I. Bambang, dan Rachmat W., Agus. 2000.
Wajah Baru Etika dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Wardani.
2003. Epistemologi Kalam: Abad
Pertengahan. Yogyakarta: LkiS.
Comments
Post a Comment